Belum Ada Landasan Hukum untuk Meminta Maaf Pada PKI

Ketua Fraksi PDIP di MPR Ahmad Basarah
Sumber :
VIVA.co.id
Bom Sarinah, Ketua MPR Nilai Aparat Tak Kecolongan
- Saat menjadi narasumber Training of Trainer (TOT) Empat Pilar MPR di Bogor, Jawa Barat, 2 Oktober 2015, Ketua Fraksi PDIP di MPR Ahmad Basarah ditanya wartawan mengenai soal permintaan maaf pada PKI.

Simposium Kebangsaan MPR, Mengevaluasi Proses Ketatanegaraan

Mendapat pertanyaan yang demikian, Ahmad Basarah mengatakan hal demikian harus ada pijakan hukumnya. Diakui bangsa ini masih memiliki Ketetapan No XXV/MPRS Tahun 1967 di mana tap itu mengatur soal pelarangan ideologi komunis dan ateis. "Tap itu masih berlaku," ujarnya.
Wakil Ketua MPR: Indonesia Dipandang Penting oleh Qatar


Meski demikian Ahmad Basarah mengatakan ada Tap MPR yang mengatur peninjauan-peninjauan pada tap-tap yang masih ada bahwa tap yang masih berlaku harus disesuaikan dengan jamannya, baik secara hukum dan demokrasi. Untuk itu dirinya mengharap agar Tap No XXV Tahun 1967 itu tak boleh diberlakukan dengan sewenang-wenang kepada anak dan cucu PKI.


Ahmad Basarah menyimpulkan bahwa permintaan maaf kepada PKI secara juridis formal belum memiliki dasar hukum dalam ketatanegaraan. "Permintaan maaf bisa terjadi bila ada putusan pengadilan yang menyatakan negara salah sehingga harus melakukan minta maaf," ujarnya.


Dalam soal korban pada peristiwa tahun 1965, Ahmad Basarah menyebut korban tidak hanya dari dari kalangan PKI namun juga dari kalangan PNI bahkan Presiden Soekarno dan keluarganya.


Dengan demikian menurut Ahmad Basarah, justru pemerintah harus meminta maaf pada Presiden Soekarno dan keluarganya. Hal ini menurut Ahmad Basarah sebab pada masa Presiden SBY, Soekarno telah diangkat menjadi Pahlawan Nasional. Untuk menjadi Pahlawan Nasional salah satu syaratnya tidak pernah berkhianat pada bangsa dan negara. Dengan pengangkatan sebagai Pahlawan Nasional maka Presiden Soekarno tak terbukti melakukan pengkhianatan pada bangsa dan negara.


Ahmad Basarah menyebut ada tap yang masih mendiskreditkan dan menuduh secara keji kepada Presiden Soekarno.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya