Aprindo Berikan 3 Langkah 'Cespleng' ke Pemerintah

Seorang warga sedang berbelanja di salah satu supermarket di Jakarta.
Sumber :
  • Antara/Wahyu Putro
VIVA.co.id
- Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), mengungkapkan setidaknya ada beberapa langkah 'cespleng' yang dianggap mampu mendongkrak daya beli masyarakat yang sampai saat ini masih anjlok akibat dari pengaruh perlambatan ekonomi domestik.

Meskipun paket kebijakan ekonomi jilid III mampu memperbaiki kondisi nilai tukar rupiah, hal ini tidak serta merta mampu dijadikan tolak ukur bahwa perekonomian nasional akan membaik.

"Jadi sebenarnya, paket kebijakan ini merupakan langkah cespleng. Tetapi, masih ada yang harus dilakukan. Bagaimana mengatur kebijakan moneter dan fiskal, agar terkendali dengan baik. Fluktuasi rupiahnya juga harus terjaga," ujar Ketua Umum Aprindo, Roy Mandey di Hotel Grand Hyatt, Jakarta Pusat, Selasa 6 Oktober 2015.

Selain tetap menjaga stabilitas rupiah, Roy meminta kepada pemerintah untuk menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM). Sebab, dengan harga minyak dunia yang cenderung naik, pemerintah sudah seharusnya menurunkan harga BBM guna menggenjot daya beli masyarakat.
Setengah Tahun 2016, Laba Ramayana Naik 179,7 Persen

"Energi itu masih bisa dihitung kembali. Ini soal BBM. Minyak dari awal tahun itu US$40 per barel. Sekarang sudah naik jadi US$46 per barel. Pemerintah menaikkan dua kali lipat, tetapi belum diturunkan," kata dia.
Sri Mulyani Ingin UMKM Perluas Jaringan ke Luar Negeri

Poin yang ketiga, kata Roy, adalah mengenai langkah Bank Indonesia yang tetap mempertahankan tingkat suku bunga acuannya di angka 7,5 persen. Menurut dia, apabila suku bunga acuan diturunkan setidaknya 0,5 - 1 persen, hal ini disinyalir mampu membantu industri dalam negeri dalam hal peminjaman kepada perbankan untuk melakukan investasi.
Jokowi Luapkan Kekesalahan kepada Ratusan Kepala Daerah

Dengan langkah-langkah tersebut, dia meyakini Indonesia mampu mencapai target pertumbuhan yang ditetapkan pemerintah pada akhir tahun, yakni dalam rentang 4,9 persen hingga 5,1 persen.

"Kami berbagai kesempatan soal BI rate itu agar dihitung kembali. 7,5 persen sekarang, dengan kondisi perlambatan ekonomi itu masih terasa cukup signifikan. Kalau bisa turun, bisa bantu produsen yang pakai pinjaman bank. Ya, kalau dilakukan, bisa tercapai 5,1 persen," kata Roy. (asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya