Jatim Tolak Kenaikan Target Cukai Tembakau 2016

Ilustrasi petani
Sumber :
  • tembakau

VIVA.co.id - Gubernur Jawa Timur (Jatim) Soekarwo, tegas menolak rencana kenaikan tarif cukai rokok 2016, yang diusulkan Kementerian Keuangan, karena dinilai akan membebani industri hasil tembakau di Jatim. 

Mengoptimalkan Aset Negara

"Ndak, saya ndak setuju. Wong PHK (pemutusan hubungan kerja) banyaknya kayak gini kok. Nanti kalau dinaikkan ongkosnya, beban perusahaan jadi banyak, perusahaannya bangkrut, terus banyak PHK," kata Gubernur Soekarwo, di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Kamis 8 Oktober 2015.

Jika dinaikkan, Jawa Timur meminta kenaikkannya tidak sampai setinggi yang diusulkan Bea Cukai. Kenaikkannya sama dengan atau rata-rata inflasi daerah.
Strategi Menhub Jangkau Konektivitas Daerah Terpencil
 
"Kenaikan itu prinsip kalau saya tidak naik, atau sama dengan inflasi. Inflasi Jawa Timur sampai bulan Agustus 2015 hanya sebesar 2,11 persen. Karena situasi seperti ini, lalu dinaikkan, pabrik rokoknya bisa gulung tikar, lalu PHK," ujarnya.
Pulau Tax Haven, Untung Rugi Masih Dikaji
 
Jika ada kenaikan, dipastikan pabrik akan menaikkan harga jual. Dan, akan memicu penurunan volume penjualan. Kemudian, berimbas penyerapan tembakau petani menjadi berkurang.
  
Sementara itu, di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016, pemerintah mengusulkan penerimaan cukai hasil tembakau naik 23 persen menjadi Rp148,85 triliun.

Ini setara 95,72 persen dari total target penerimaan cukai pada 2016, senilai Rp155,5 triliun. Sementara itu, pada 2014, realisasi cukai tembakau hanya Rp116 trilun. Padahal, target cukai 2015 yang tertuang di APBN, pada September 2014, sebesar Rp120,6 triliun.
 
Kontribusi Jawa Timur terhadap penerimaan cukai negara dari tahun 2010 hingga 2014, rata-rata di atas 50 persen. Tahun 2014 lalu, dari target penerimaan cukai nasional sebesar Rp112,75 triliun, Jawa Timur menyumbang Rp67,6 triliun, atau 60 persen dari total target.


 
Gubernur Soekarwo meminta pemerintah memahami kondisi Jawa Timur sebagai daerah penghasil tembakau terbesar secara nasional, sekaligus daerah dengan industri hasil tembakau terbanyak di Indonesia.

Pada 2014 saja, menurut Soekarwo, akibat kenaikan tarif cukai rokok, mengakibatkan industri hasil tembakau rata-rata merumahkan karyawan mereka antara 8-10 persen.
 
Data di Kamar Dagang Industri (Kadin) Jawa Timur menyebut, jumlah industri hasil tembakau di Jawa Timur, lima tahun terakhir (2009-2013), menurun rata-rata 27,3 persen tiap tahun. 

Tahun 2008, ada sekitar 4.900 industri hasil tembakau, namun pada 2013 hanya tersisa 790 industri saja. Areal dan produksi tembakau petani di Jawa Timur juga menurun. Tahun 2012, luasan pertanian tembakau yang mencapai 150.048 hektare (135.591 ton), menyusut menjadi 95.824 hektare (73.996 ton) di 2013.
 
Sebelumnya, Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo, saat dihubungi, meminta Komisi XI DPR untuk menolak kenaikan cukai rokok yang ditetapkan Kementerian Keuangan.‎ 
 
‎"Kami akan tetap menolak, rencana kenaikan yang terlalu tinggi ini akan berdampak luas," kata Budiyono.
 
Ia menyerukan, semua pabrikan untuk boikot setoran pajak, kalau pemerintah bersikeras menaikkan cukai rokok terlalu tinggi.  "Lebih baik tidak membayar pajak ketimbang merumahkan pekerja," ujarnya. (asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya