Industri Lampu Listrik Didorong Jadi Tuan Rumah di RI

Lampu hemat energi.
Sumber :
  • http://tehnografi.blogspot.com

VIVA.co.id - Presiden Joko Widodo mengapresiasi skema padat karya yang diterapkan industri lampu listrik nasional. Jokowi berharap, industri ini menjadi 'tuan rumah' di negeri sendiri, tidak seperti saat ini di mana 80 persen pasar lampu listrik dikuasai pasar impor.

Merayakan Pekan Masyarakat Adat Selama Tiga Hari di Jakarta

“Presiden tadi katakan dengan skema padat karya yang diterapkan ini diharapkan industri lampu mampu menjadi tuan rumah di negaranya sendiri,” kata Ketua Asosiasi Industri Perlampuan Listrik Indonesia (Aperlindo), John Manopo, usai bersama jajaran pengurus organisasi yang dipimpinnya dan pengurus Asosiasi Produsen Peralatan Listrik Indonesia (APPI) diterima oleh Presiden Jokowi, seperti dikutip pada laman Sekretariat Kabinet, Rabu, 14 Oktober 2015.

Menurut John, dari sekitar 300 juta kebutuhan lampu listrik nasional setiap tahunnya, 80 persen dipenuhi dengan produk impor, sementara lampu listrik produk lokal hanya mampu menguasai 20 persen pangsa pasar. Padahal, industri lampu merupakan industri padat karya yang mampu menyerap banyak tenaga kerja.

Jokowi Minta Kepala Daerah Bentuk Tim Pengendalian Inflasi

Mengenai tingginya penguasaan pangsa pasar lampu oleh produk impor itu, John tidak memungkiri jika salah satu alasannya, adalah karena pengenaan beas masuk impor lampu yang hanya 0 persen. Sementara, produk lokal harus menanggung bea masuk komponen impor sebesar 5 persen.

“Nah jadi buat apa membuat lampu di dalam negeri jika untuk membuat biayanya lebih mahal,” ujarnya menambahkan.

Jokowi Sibuk, Paket Kebijakan XIII Keluar Pekan Depan

John mengingatkan, bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, seluruh instansi pemerintah harus menggunakan produk dalam negeri.  Dia meminta agar hal ini dimaksimalkan untuk meningkatkan pertumbuhan industri lampu dalam negeri. Dia berharap, program pembangunan pembangkit listrik 35 ribu megawatt (MW) akan memberikan dampak positif bagi industri lampu listrik dalam negeri.

Penurunan bea masuk

Mengenai pertemuannya dengan Jokowi, John menuturkan, Aperlindo maupun APPI mendiskusikan kelanjutan dari paket ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Menurut John, Aperlindo berharap selain memaksimalkan implementasi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014, pemerintah juga melakukan peninjauan kembali atas pengenaan bea masuk lampu impor sebesar 0 persen. Selain itu, Aperlindo juga meminta agar pemerintah melakukan inspeksi atau pengecekan terhadap barang impor sebelum masuk ke dalam negeri.

“Jadi, pemerintah juga melakukan pengecekan terhadap lampu tersebut, betul tidak komponennya, sudah SNI (standar nasional Indonesia) tidak, harganya dan lain- lain dari negara asalnya,” kata John.

Mengenai kemungkinan menarik investor asing ke dalam negeri, menurut John, sudah ada ketertarikan investor dari Taiwan, Korea, dan Jepang melirik pasar di Indonesia. Dia berharap, kemudahan dalam masalah perizinan, sehingga industri lampu listrik bisa terus berkembang.

Industri kelistrikan Indonesia

Sementara, Ketua APPI, Rijanto Mashan mengatakan, untuk memenuhi produksi alat kelistrikan lainnya banyak memiliki kendala terutama di industri hulu. Hal ini, karena industri kelistrikan membutuhkan industri lain yang menunjang atau tidak bisa memenuhi kebutuhan sumber daya alamnya sendiri.

“Indonesia memiliki pabrik baja, namun kebanyakan pabrik tersebut hanya memenuhi kebutuhan konstruksi bukan untuk industri. Kemudian juga untuk produksi trafo, kita ada pabrik kawat namun pabrik tersebut baru bisa memenuhi sebagian kebutuhan saja. Kemudian Pertamina, produksi trafo itu harus memilki pendingin yang bahan bakarnya dengan minyak. Nah minyak sendiri kita masih impor, karenanya kita butuh keberpihakan dari pemerintah dalam hal ini,” ujar Rijanto.

APPI ingin dilibatkan dalam perencanaan kebijakan ekonomi pemerintah, tidak hanya diberikan paket-paket ekonomi. Selain itu, APPI meminta pemerintah lebih meningkatkan pengawasannya terhadap komponen kelistrikan impor.

Rijanto menjelaskan, dengan potensi yang besar, saat ini memang produsen dalam negeri mampu menguasai pasar kelistrikan lokal. Namun, banyak sumber daya yang masih impor menjadikan produksi dalam negeri tidak efisien dan masih under capacity.

"Dengan kata lain, pabrik lokal hanya bisa menyerap sebagian dari kebutuhan pasar, sisanya masih dipenuhi dari impor," ujarnya.

Dia menuturkan, dengan kemampuan 100 persen memenuhi kebutuhan dalam negeri dan pertumbuhan 8-10 persen peralatan listrik, menurut Rijanto, 83 pabrik yang terdaftar di APPI hanya mampu menyerap 5 juta dari 10 juta permintaan.

"Dengan demikian, masih under capacity. Jadi, kami mengharapkan pemerintah mau memberikan dukungannya untuk membangun industri kelistrikan dalam negeri."

(mus)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya