Pemandangan Hutan Wisata Alam Santosa yang Indah

Alam Santosa, Pasir Impun, Kec. Cimenyan, Kab. Bandung
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dody Handoko

VIVA.co.id - Dulu daerah Pasir Impun, Kecamatan Cimenyan, Bandung langganan banjir. Lokasinya yang gersang membuat Eka Santosa, pria berusia 53 tahun tergerak untuk menjadikannya lebih sejuk. Karena itulah, sekitar tahun 2000 ia mulai merintis dan membeli tanah dengan bertahap di kawasan tersebut.

Keren, Pengamen Cilik Main Musik Seperti Orkestra

“Sedikit demi sedikit, saya tanam pohon di sana, juga peternakan dan perikanan,” katanya.

 Kala itu harga jual tanah di lokasi tersebut masih terbilang sangat murah, hanya Rp400 ribu per empat belas meter. Tanpa pikir panjang, Eka yang saat itu masih berkarir di dunia politik pun langsung membeli tanah itu. “Tanah ini murah karena merupakan tanah telantar yang kering. Kakak saya menyarankan agar saya kembali ke alam dan berhenti dari politik. Tahun 2010, saya pun fokus ke hutan wisata ini,” jelas Eka.
Menikmati Bandung Plus Plus
 
Dengan menamakan ‘Alam Santosa’, Eka pun menabur bibit tanaman sekitar 20 ribu sampai 30 ribu pohon. Kini, lahannya pun semakin luas menjadi sekitar dua hektar. “Dulu, di sini itu tingkat kesadaran masyarakat terhadap penanaman pohon sangat rendah. Sebelumnya, sebagai anggota DPRD Jabar, di Jabar itu ada kebijakan untuk konservasi hutan, lalu masyarakat dikasih benih pohon, tapi tidak habis-habis. Masyarakat tidak ada yang mau menanam. Buat saya itu tantangan dan saya tak akan pernah menyerah,” kata ayah dua anak ini.
Bandung Terpilih Jadi Uji Coba Bisnis e-Commerce Facebook
 
Eka melakukan itu secara serius. Kini daerah langganan banjir dan gersang itu sudah menjadi sejuk dan rindang. Adapun jumlah pohon yang sudah ditanam sudah tidak kurang dari 100 ribu di lahan dua hektar itu, terdiri dari berbagai jenis pohon seperti manglid, huru, galitri, jabon, albasiah, dan tanaman keras lainnya.
 
Di samping itu, ia juga menanam berbagai jenis buah-buahan seperti pisitan, menteng, bibuh, namnam, kupa dan aneka jenis jeruk juga tanaman herbal. “Semuanya saya tanam termasuk buah-buahan juga lahan pertanian untuk bercocok tanam. Harapannya, selain bisa dijadikan sebagai wisata alam cagar budaya juga berdimensi pendidikan. Di mana anak-anak sekolah khususnya SD dan SMP bisa belajar banyak dari sini tentang bagaimana cara bercocok tanam. Bahwa untuk menjadi nasi itu tidaklah instan, ada proses panjangnya yang harus dilalui,” jelasnya lagi.
 
Namun, sejauh ini Eka enggan untuk menjadikan Alam Santosa ini benar-benar sebagai lokasi bisnis. Meski sebenarnya jika ia mau, ia bisa membangun beberapa villa untuk disewakan. “Saya tak ingin terlalu mengkomersialkan tempat ini. Bagi saya, menjadi hutan wisata saja sudah cukup,” ungkapnya.
 
Menurutnya, berbagai bencana alam yang terus-menerus terjadi banyak disebabkan karena masyarakat sudah meninggalkan tata nilai termasuk tidak memperlakukan alam dengan baik. “Memang banyak di antara kita yang sudah tidak peduli lagi dengan alam. Dengan apa yang saya lakukan ini, sudah banyak yang merespons positif, bukan hanya dari pengunjung lokal tapi juga turis asing seperti Mesir, Malaysia, dan Perancis,” tambahnya.
 
Eka termasuk pribadi yang menjunjung tinggi nilai-nilai adat dan budaya. Diakuinya, masyarakat adat banyak bertahan dalam tata nilai. Dan baginya, masyarakat adat merupakan akar budaya bangsa. Melestarikan lingkungan misalnya, yang erat kaitannya dengan tata nilai budaya. Ia banyak belajar dari beberapa negara yang pernah dikunjunginya semasa masih menjabat seperti Korea.
 
“Masyarakat di sana konsisiten dengan tradisionalismenya. Banyak hutan yang berdiri di tengah kota. Mungkin pengalaman ini juga yang mempengaruhi saya untuk membuat hutan wisata serupa di tanah air, meskipun bukan terletak di tengah kota,” katanya. 
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya