Pria Ini Daur Ulang Limbah Sambil Kampanye Lingkungan

Edy Fajar Prasetyo, Pebisnis Pemanfaatan limbah.
Sumber :
  • Romys Binekasri / VIVA.co.id
VIVA.co.id
Tips Sukses Bisnis Pencucian Mobil dan Motor
- Edy Fajar Prasetyo, seorang anak muda berprestasi yang mendapat banyak penghargaan karena usahanya dalam menyulap limbah sampah menjadi peluang bisnis berbasis lingkungan menginspirasi dunia usaha. 

Kiat Jadi Pengusaha Sukses ala Zaskia Adya Mecca
Ebibag, menjadi merek produk yang disulapnya dari limbah menjadi produk fesyen bernilai tinggi. Produk-produk yang dihasilkan antara lain berupa tas, dompet, suvenir, tempat tisu, dan binder.

Bos Sido Muncul: Pintar Bukan Jaminan Bisa Sukses
Edy bercerita, ide bisnis tersebut tercetus pada akhir 2013, dan merupakan bentuk keprihatinannya terhadap sampah sekitar kampus dan tempat tinggalnya. Kemudian, bermodal informasi dari beberapa tempat yang sudah lebih dulu mengolah pemanfaatan limbah, pengembangan Ebibag pun dimulai. 

"Secara ide, mungkin bukan hal yang baru karena sudah ada yang mengimplementasikan pemanfaatan limbah. Aku langsung coba cari hal yang beda, aku amati, tiru, modifikasi," ujar Edy ketika berbincang dengan VIVA.co.id beberapa waktu lalu.

Mahasiswa jurusan Agribisnis di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini mencari informasi hingga ke salah satu pengelola sampah di kawasan Jakarta Utara.

"Aku sharing, dari masalah sampah tadi, aku yakin jadi bisnis yang potensial," ungkapnya.

Aksi pertamanya, pemuda berusia 23 tahun ini mengajak masyarakat dengan merangkul ibu-ibu di kawasan sekitar tempat tinggalnya. Dia mengajak untuk ikut terlibat membuat produk kerajinan kreatif dari pengolahan limbah sampah yang telah dikumpulkan.

"Awalnya di daerah Ciledug nggak dapat apresiasi banyak, hanya dua orang ibu-ibu yang ikut. Dan di Ciputat apresiasi cukup tinggi, sekarang ada 12 orang yang terlibat di pemanfaatan limbah," tuturnya.


Sebagai modal awal, Edy menggunakan dana dari dompet pribadinya sekitar Rp1 juta, dan digunakannya untuk transportasi serta mediasi dalam mempersiapkan bisnisnya. Setelah mulai berjalan, ia memperoleh dana tambahan dari hasil keikutsertaan lomba entrepreneur yang diadakan oleh lembaga dan institusi. 

Salah satunya dari Bank Indonesia (BI) senilai Rp25 juta di tahun sebelumnya dengan program yang sama, peluang usaha berbasis pengolahan limbah.

"Tapi, boleh dibilang nggak semuanya dipakai. Ide di BI bukan di sampah, tapi sama pemanfaatan limbah," ujarnya.

Di samping bisnis usaha berupa produk kerajinan kreatif, Edy juga menggarap berbagai program kegiatan edukasi dan sosial yang tidak terlepas dari isu lingkungan dan pengolahan limbah. Dalam melakoni bisnis tersebut, teman-teman Edy di kampus yang juga memiliki ketertarikan yang sama, ikut bergabung.

Program edukasi lingkungan yang pernah dilakoninya antara lain, pertama, program "Yuk darling" (yuk sadar lingkungan) berupa kampanye melalui kegiatan seminar. Tak jarang Edy mengisi kegiatan seminar dengan mengajak para masyarakat untuk peka sadar lingkungan.

Program kedua, bernama Pemberdayaan Tenaga Kreatif atau "Petaka". Pendekatan program ini lewat Ibu-ibu agar bisa lebih produktif dalam kesehariannya dengan memberikan keterampilan tambahan. 

"Selama satu bulan kami pelatihan hingga akhirnya ibu-ibu bisa buat beberapa item dari limbah," ujarnya.

Ketiga, berupa program yang mengintegrasikan antara pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Bahkan, Edy membeberkan, dalam waktu dekat akan membuka taman baca dengan skema sampah. 

Edy berkolaborasi dengan suatu komunitas untuk membina anak-anak agar memperoleh pelajaran formal maupun informal.

"Syaratnya, mereka harus menimbang sampah yang mereka pilah di rumah sebagai tiket masuk belajar dapat akses pendidikan," ujarnya.

Program keempat, diberi nama "Polemik" yaitu produk olahan ebi menarik. Berupa, tas dompet dan hasil kerajinan lainnya yang diperjualbelikan. Dari hasil program kelima yaitu sedekah lingkungan hidup. 

Program tersebut mengajak masyarakat untuk mendonasikan sampah yang mereka kumpulkan tiap hari. "Dari botol minum dan sampai plastik saset," ujarnya.

Edy mengaku, omzet hingga saat ini belum terbilang besar, yaitu masih di kisaran jutaan rupiah. Omzet tertinggi pernah ia dapatkan di angka Rp12 juta. 

Sebab, masih sedikit peminat lantaran harga yang tidak murah. Untuk produknya ia banderol di kisaran Rp50 ribu hingga Rp350 ribu untuk dompet. Sementara itu, untuk tas, harga dapat lebih tinggi, disesuaikan dengan permintaan konsumen.

Namun, tak jarang pembeli Ebibag datang dari luar negeri yang minat dengan produk dan nilai sosial yang tersembunyi di balik bisnis usahanya. 

"Pembeli ada dari luar, kami kedatangan tamu dari mahasiswa Belgia untuk belajar pengolahan limbah. Produk kami banyak diborong. Nitip juga sama temanku di luar waktu ada acara ASEAN conference di Kuala Lumpur," tuturnya.

Dia mengatakan, pemasaran melalui media online saat ini sangat efektif untuk menjangkau konsumen global. Karena itu, model permasaran itu akan terus dikembangkan. 

"Pemasaran untuk online lewat media sosial seperti Facebook dan website di www.ebibag.com. Beberapa banyak yang tertarik dengan produk kami dari jejaring sosial. Kalau offline dari pameran. Dan aku sisipkan dari acara seminar dan workshop," ungkapnya.

Dalam merintis usaha bisnis dan program sosialnya, Edy mengaku masih keteteran. Lantaran harus membagi waktu antara kuliah, berorganisasi, dan kegiatan usaha. 

Di samping itu, kesulitan adalah untuk meyakinkan masyarakat bahwa sampah dapat didaur ulang dan dikelola menjadi sesuatu yang memiliki nilai yang dapat dimanfaatkan lagi.

"Kendala itu terjawab dengan sendirinya, dengan banyak teman yang bermunculan yang punya satu visi jadi satu tim. Itu jadi tantangan tersendiri. Aku juga belajar dari orang-orang yang sudah berkecimpung lebih dulu dan menjadi dasar evaluasi diri," ujarnya.

Melalui bisnis usaha lewat program edukasi dan sosialnya tersebut, Edy banyak meraih penghargaan, di antaranya :

1. Bank Indonesia Green Entrepreneurship 2012
2. APEC Delegation Unthinkable Expo Bali 2013
3. Participation "Green Business" International Labour Organization Bandung 2013
4. Social Entrepreneur Academy Dompet Dhuafa 2014
5. Juara III ASEAN Leader Preneur Conference 2015.

Ke depannya, Edy berencana membuat bisnis usaha dengan mekanisme sistem persampahan terpadu. Dukungan dari beberapa lembaga pendidikan saat ini sudah dikantonginya. 

"Aku ditawarin salah satu sekolah di TMII (Taman Mini Indonesia Indah). Kami buat drafnya buat perencanaan dari hulu ke hilir bisa tertangani. Bisa jadi peluang baru dari segi bisnisnya," tuturnya. 

Edy mengungkapkan, alasan yang menjadi dasar motivasi memilih usaha ini, di samping impiannya menjadi wirausaha, adalah ingin berkontribusi sosial dengan membawa manfaat pada orang banyak.

"Hadis mengatakan, sebaik-baiknya orang adalah yang bermanfaat untuk orang banyak," kata dia. 
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya