Satu Tahun Jokowi, Properti MBR Jadi 'Anak Emas'

Sumber :
  • Rumahku.com

VIVA.co.id - Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla hari ini, Selasa 20 Oktober 2015, sudah mencapai usia satu tahun. Beberapa pihak mengakui, Jokowi sudah berperan aktif untuk memajukan properti nasional.

Pentingnya Investasi Properti Sejak Muda, Ini Alasannya

Namun di sisi lain, ada juga pihak yang mengaku kebijakan-kebijakan Jokowi belum memberi dampak signifikan bagi sektor tersebut, baik dari sisi konsumen maupun produsen. 

Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Eddy Ganefo, mengatakan, dalam setahun ini pemerintah sudah hadir, khususnya untuk properti di kelas bawah.
Hindari Hal Ini Ketika Beli Rumah Pertama Kali

"Properti kelas bawah sudah hadir, karena cukup banyak kebijakan yang ia berikan khususnya untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)," tutur Eddy kepada Rumahku.com.
Beli Rumah Impian Meski Penghasilan Terbatas

Di sisi lain, menurut Head of Research & Advisory PT Cushman & Wakefield Indonesia, Arief Rahardjo, peran pemerintah untuk memajukan sektor properti nasional diakuinya belum kelihatan.

Bukti pemerintah belum hadir di sektor properti secara keseluruhan

1. Ketidakpastian pajak

Pada masa pemerintahannya, Presiden Jokowi memang sangat kentara menggenjot sektor pajak untuk pendapatan negara, salah satunya adalah pajak barang mewah (Luxury Tax) dan pajak super mewah (Super Luxury Tax).

Akibatnya, permintaan pasar kondominium pada 2015, dikatakan Arief, melambat. Selain memang daya beli konsumen yang menurun, keraguan akan pajak membuat konsumen ragu untuk membeli barang properti yang tergolong mewah.

2. Kepemilikan asing

Hingga kini, program kepemilikan properti untuk warga negara asing (WNA) masih dalam tahap penggodokan, sehingga belum ada dampak yang ditimbulkan.

Namun begitu, meski kepemilikan asing disahkan pun, hal itu dinilai tidak akan memberi efek yang besar terhadap sektor properti nasional. Karena, hanya 1 persen dari total properti nasional yang memenuhi syarat properti untuk WNA, yakni yang di atas Rp10 miliar.

3. Realisasi LTV

Loan to value (LTV) yang dinaikkan menjadi 80 persen untuk pembelian rumah pertama dinilai Arief belum memberi dampak terhadap penjualan pasar properti. Baru disahkan Juni 2015, kebijakan ini dinilai belum familiar terhadap masyarakat.
 
Beberapa dari mereka masih ada yang membayar uang muka 30 persen. Padahal, dengan pelonggaran LTV, seharusnya mereka bisa membeli properti untuk rumah pertama dengan hanya membayar DP 20 persen.

Bukti pemerintah hadir di properti MBR

Bertolak belakang dengan Arief Rahardjo, Eddy Ganefo mengatakan bahwa kehadiran pemerintah sudah sangat tampak untuk menggenjot sektor properti di kelas bawah. Berikut di antaranya:

1. Bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) lima persen

KPR memang menjadi solusi yang kerap digunakan oleh Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk membeli barang properti. Pada April 2015, bunga KPR untuk rumah subsidi diturunkan, dari yang sebelumnya 7,5 persen menjadi lima persen. Akibatnya menurut Eddy, penjualan rumah subsidi melonjak 25 persen. 

2. Infrastruktur

Perbaikan infrastuktur seperti perbaikan jalan, pembukaan track baru, serta penambahan jalur transportasi umum yang kerap digenjot pemerintah juga diakui Eddy memberi dampak positif lain ke sektor properti yang ditujukan untuk kelas bawah. 

"Sebagai contoh adalah rencana tol baru di daerah, meski belum rampung, tapi animonya sudah ada, artinya sudah banyak calon konsumen yang mulai melirik daerah tersebut. Dampak MRT juga bikin properti kenceng di ujung," tuturnya.


Rumahku.com

Cari informasi jual beli, rumah dijual, sewa apartemen dan iklan rumah dijual? Klik Rumahku.com! Kunjungi dan pasang iklan properti Anda sekarang juga. Gratis!

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya