Soal Gabung TPP, SBY: Mungkin Jokowi Sudah Janji di AS

Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono memberikan sambutan saat menghadiri perayaan ulang tahun Partai Demokrat di gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta, Rabu (9/9/2015).
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ahmad Rizaluddin
VIVA.co.id
Jokowi: Tax Amnesty Jadi Jawaban Merebut Dana Investasi
- Kunjungan Presiden Joko Widodo ke Amerika Serikat, beberapa hari yang lalu masih menimbulkan segelintir pertanyaan. Salah satunya, apakah kunjungan tersebut merupakan sinyal positif bahwa Indonesia dalam waktu dekat akan bergabung dalam blok dagang AS Trans Pasific Partnership (TPP). 

Disindir Jokowi Soal Anggaran, Ini Kata Gubernur Aher
Wacana tersebut diperkuat dengan pernyataan Jokowi dalam kunjungan itu yang menyatakan, pemerintah Indonesia akan mempertimbangkan tawaran tersebut. Padahal, di pemerintahan sebelumnya, secara tegas menolak untuk masuk ke dalam blok dagang dan Investasi yang dimotori AS tersebut. 

Tunggu Data Tenaga Kerja, Wall Street Bergerak Datar
Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di kutip dari akun twitter resminya, @SBYudhoyono, Jumat 30 Oktober 2015, menjelaskan, sebenarnya banyak manfaat yang bisa didapatkan suatu negara jika tergabung dalam TPP.

Namun, sesuai dengan hukum globalisasi, manfaat itu bisa dirasakan asal negara yang masuk TPP, siap dengan segala konsekuensinya. Termasuk, perdagangan bebas yang berisiko membanjirnya produk impor di Indonesia.

"Trans-Pacific Partnership adalah kerja sama ekonomi lintas Pasifik, yang dimotori AS. Hakikatnya liberalisasi perdagangan dan investasi. Sebenarnya TPP baik, jika negara anggotanya 'siap', kepentingannya diwadahi dan benar-benar memberikan keuntungan bersama. Jika Indonesia merasa belum siap dan dipaksa masuk TPP, maka justru negara kita akan dirugikan. Begitulah 'hukum globalisasi," tulisnya. 

SBY pun mengungkapkan alasannya, mengapa ketika masa akhir kepemimpinannya belum memutuskan Indonesia masuk TPP. 

1. Kita sedang tingkatkan kesiapan untuk Masyarakat Ekonomi ASEAN.

2. Kita juga harus "untung" dalam China-ASEAN Free Trade Agreement. Rakyat khawatir kalau kita tak siap dan merugi dalam dua kerja sama ini.

3. Kita sedang ikut negosiasi RCEP kerja sama ekonomi ASEAN plus Tiongkok, Jepang & Korea. Jangan sampai kita juga tak siap.

4. Ekomomi Singapura, Malaysia, Brunei, dan Vietnam (yang masuk TPP), "berorientasi ekspor". Indonesia tidak. Pasar domestik kita besar. Jika tak siap, justru pasar kita akan kebanjiran barang dan jasa negara lain. Sementara itu, ekspor kita tak bisa bersaing di luar negeri.

5. Sudah ada APEC  yang juga merupakan wadah kerja sama ekonomi Asia Pasifik. Karenanya, dulu TPP belum jadi prioritas utama.

"Tetapi, Presiden Jokowi punya hak dan bisa saja ubah posisi kita, dan putuskan bergabung ke TPP, mungkin beliau sudah berjanji di Amerika," ungkapnya. 



Dia pun menyampaikan sejumlah saran yang bisa dijadikan pertimbangkan Jokowi, sebelum keputusan resmi dan final diambil mengenai hal ini, sejumlah hal mesti dipastikan.

1. Pastikan Indonesia mendapatkan keuntungan nyata dalam pertumbuhan ekonomi, lapangan kerja & pengurangan kemiskinan.

2. Indonesia mesti siap benar kesiapan pelaku bisnis dan masyarakat, kebijakan dan regulasi, serta infrastruktur dan konektivitas domestik.

3. Negosiasi kita harus kuat (tough), jangan sampai kita hanya dapat sedikit. Lagipula, negosiasi 12 negara TPP telah tuntas 5 Oktober 2015 lalu.

4. Mengingat dampak TPP besar bagi ekonomi kita, pemerintah perlu minta pendapat para ekonom, dunia usaha, dan masyarakat.

"Satu lagi, TPP, seperti juga AIIB, ada sisi geopolitiknya. Pastikan kita bersahabat dengan semua mitra kita, termasuk Amerika, Tiongkok dan Jepang," kata SBY. 

"Mari kita jaga politik luar negeri bebas dan aktif. Serta "all directions foreign policy". Cegah bersekutu dengan satu negara dan berjarak dengan yang lain," tambahnya. (asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya