Pelindo II Klaim Untung Rp6,6 Triliun dari Kontrak JICT

Polisi geledah kantor Pelindo II.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Agus Rahmat
VIVA.co.id
Pelindo III Bantah Tudingan Intimidasi Pekerja Alih Daya
- Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II atau IPC, RJ Lino, menegaskan perpanjangan kontrak kerja sama antara Jakarta International Container Terminal (JICT) tidak merugikan perseroan.

Industri Logistik Protes Tarif Timbun Kontainer Naik 900%
Lino mengklaim, perpanjangan kontrak kerja sama itu justru menguntungkan dengan mayoritas kepemilikan menjadi 51 persen dan total manfaat dimuka US$486,5 juta, setara dengan Rp6,6 triliun, dan manfaat bagi kepentingan nasional.
 
Kasus Pelindo, Polri Juga Periksa Adik Bambang Widjojanto
Menurutnya, keputusan manajemen Pelindo II memperpanjang kerja sama dengan Hutchinson Port Holding (HPH) sebelum berakhir pada 2019, karena banyak keuntungan bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor pelabuhan itu dan membawa manfaat bagi negara. 

Dia menjelaskan, masuknya dana segar dari hasil perpanjangan akan memberikan multiplier effect terhadap percepatan kegiatan investasi kepelabuhanan dan memberikan relaksasi terhadap tekanan keuangan perusahaan
 
"Salah satunya, kepemilikan saham IPC (Pelindo II) dari 49 persen di JICT menjadi 51 persen, mendapat uang muka sewa sebesar US$215, serta tidak perlu mengeluarkan biaya technical know-how sebesar US$41,3 juta sampai dengan  2019," kata Lino, dikutip dari keterangan tertulisnya, Sabtu, 31 Oktober 2015. 
 
Sementara itu, Direktur Keuangan Pelindo II, Orias P Moedak, mengatakan sesuai perkembangan pasar, perseroan memandang perlu untuk segera melakukan negosiasi perpanjangan dengan syarat dan kondisi yang diajukan saat ini menguntungkan perseroan.  
 
“Perjanjian perpanjangan tersebut merupakan perjanjian bersyarat (subject to approval) dari Menteri BUMN selaku rapat umum pemegang saham. Jadi, meskipun sudah ditandatangani, perjanjian tersebut mengikat Hutchison Port Holding (HPH), namun tidak mengikat bagi Pelindo II,” tambahnya.
 
Selain itu, Orias menjelaskan, Terminal II dikembalikan kepada Pelindo II dan akan memberikan kontribusi pendapatan sebesar US$81 juta sampai dengan 2018, juga uang muka sewa untuk Koja sebesar US$50 juta. 

Dia megungkapkan, peningkatan sewa tahunan dari sekitar US$60 juta saat ini (persentasi dari pendapatan) menjadi sewa tetap US$120 juta (US$85 juta dari JICT dan US$35 juta Koja) tanpa dihubungkan dengan kinerja pendapatan.
  
"Peningkatan nilai sewa JICT yang dipercepat (berlaku segera tanpa menunggu berakhirnya perjanjian yang lama) memberikan peningkatan manfaat sebesar US$110 juta," tambahnya.
 
Orias menambahkan, dengan perpanjangan ini Pelindo II terhindar dari kewajiban membayar kembali nilai sisa aset saat berakhirnya kontrak sebesar US$58 juta.

Lino melanjutkan, peningkatan kepemilikan Pelindo II menjadi mayoritas tanpa mengurangi kualitas jasa yang diberikan kepada eksportir dan importir.
 
"Pemberian kepastian kesinambungan kerja bagi JICT dan bagi pekerja yang ada saat ini, dinilai dapat memacu manajemen untuk menjalankan perusahaan lebih efisien, sehingga dapat membayar sewa dan dividen lebih besar," kata Lino.
 
Dia menegaskan, perpanjangan kontrak kerja sama ini juga memberikan preseden yang baik mengenai kepastian iklim usaha bagi investor asing yang berinvestasi di Indonesia.

Selain itu, menciptakan persaingan antar operator terminal terbaik di dunia, untuk jasa ekspor impor di Tanjung Priok, yakni konsorsium Mitsui di Pelabuhan Kalibaru yang akan diresmikan dalam waktu dekat.
 

Tak langgar regulasi
 
Lino menjelaskan, tidak ada regulasi yang dilanggar dalam perpanjangan perjanjian kontrak kerja sama dengan HPH tersebut, terkait dengan konsesi sebagaimana yang telah diatur didalam UU Pelayaran No 17 Tahun 2008, PT Pelabuhan Indonesia II secara hukum tidak memerlukan konsesi.
 
Dia menuturkan, hal tersebut sesuai dengan pasal 344 UU 17 Tahun 2008 yang mengatur secara tegas bahwa penyelengaraan kegiatan pengusahaan pelabuhan yang telah diselenggarakan oleh BUMN Kepelabuhanan tetap diselenggarakan oleh BUMN Kepelabuhanan tersebut. 

Ketentuan dimaksud telah memberikan pelimpahan secara langsung (konsesi) kepada BUMN Kepelabuhanan PT Pelabuhan Indonesia I, II, II dan IV dalam penyelenggaraan kegiatan pengusahaan pelabuhan.
 
“Pasal tersebut merupakan penegasan dari concession by law (konsesi yang diberikan langsung oleh Undang-Undang),”  tambahnya.
 
Sedangkan terkait dengan pelaksanaan right to match dan bukan melalui proses tender terbuka, Lino menjelaskan, hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri BUMN No. 13-MBU/09/2014 khususnya Bab III angka II butir 4.2 huruf f dan huruf g yang menyatakan bahwa mitra terdahulu dapat ditunjuk tanpa melalui cara pemilihan sebagaimana dimaksud pada huruf e.
 
Peraturan Menteri tersebut tidak mengharuskan dilakukannya tender untuk kerja sama dengan mitra terdahulu dalam hal ini HPH. Penolakan calon mitra dalam proses ini menjadi petunjuk bahwa hasil negosiasi yang dilakukan dengan HPH adalah yang terbaik yang bisa diperoleh Pelindo II. 

“Empat operator yang ikut dalam right to match bersama HPH adalah the best 5 port operator di dunia saat ini,” paparnya.
 
Hal tersebut juga merupakan pelaksanaan Surat Menteri BUMN tanggal 29 Agustus 2014 yang pada pokoknya memerintahkan Direksi untuk melaksanakan right to match kepada mitra saat ini (HPH). 

Adapun, keempat operator lainnya yaitu, PSA International, China Merchants Holding, APM Terminals, dan DP World Asia Holding.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya