Misi Antariksa Ternyata Bahayakan Otak Astronot

Kimia Yui, astronot Jepang
Sumber :
  • Asahi Shimbun

VIVA.co.id - Misi menjelajahi antariksa memang penuh risiko. Salah satunya risiko terhadap kesehatan dan tubuh para astronot. Semakin lama menjalankan misi di luar angkasa maka makin besar risikonya.

Risiko tersebut juga dikuatkan oleh hasil sementara dua studi yang dijalankan baru-baru ini.

Dikutip Huffington Post, Rabu, 11 November 2015, studi terbaru NASA menemukan ada dampak pada otak astronot yang menjalankan misi antariksa.

Studi terbaru NASA menggunakan MRI dan MRI fungsional untuk menyelidiki otak para astronot, sebelum dan sesudah menghabiskan waktu enam bulan di Stasiun Antariksa Internasional (ISS).

Dalam studi ini, peneliti menugaskan astronot untuk menjalankan tugas tertentu guna mengatahui dampak di antariksa.

Dari studi ejauh ini peneliti NASA menemukan lingkungan mikrogravitasi bisa mengubah struktur otak dan berdampak serius bagi cara berpikir astronot. Dikatakan studi ini, astronot lebih susah dan lama untuk menyelesaikan tugas mental yang telah diberikan. Studi juga menemukan astronot sulit dalam koordinasi fisik selama dan setelah menghabiskan waktu di ISS.

Studi lain yang dilakukan Badan Antariksa Eropa (ESA) dan Badan Antariksa Rusia (Roscosmos) juga menemukan risiko bahaya pada tubuh astronot. Temuan awal dalam studi yang diterbitkan di jurnal Brain Structure and Function pada Mei lalu itu menunjukkan korteks otak astronot merombak dengan sendirinya untuk beradaptasi dengan tantangan penerbangan berdurasi lama.

Salah satu penulis studi, Angeline Van Ombergen mengatakan antariksa merupakan lingkungan yang penuh tantangan bagi manusia, sebab ruang itu bisa berdampak pada sistem fisik dalam tubuh manusia.

"Faktor yang memiliki dampak tidak terbatas pada keadaan tak berbobot, radiasi kosmik, isolasi, gangguan ritme siang-malam. Bayangkan semua faktor itu punya dampak pada otak manusia. Mereka itu adalah tantangan dan tekanan baru," kata peneliti saraf Universitas Antwerp, Belgia.

Van Ombergen mengatakan sejauh ini studi mereka menemukan astronot punya masalah dalam respons tubuh selama di antariksa. Misalnya saat telinga dalam astronot memberitahu otak tubuh jatuh, tapi nyatanya tidak ada input visual untuk menunjukkan badan jatuh. Hal karena astronot berada di lingkungan mikro gravitasi.

Meski astronot mengalami banyak sinyal yang saling bertentangan selama di antariksa, tapi Van Ombergen mengatakan respons tubuh astronot bisa diperbaiki. Menurutnya, butuh beberapa hari bagi otak astronot untuk beradaptasi dengan lingkungan ruang angkasa bermusuhan.

"Tapi itu tetap tugas yang sulit," kata dia.

Van Ombergen mengatakan hasil awal studi timnya cukup menjanjikan dalam memahami dampak lingkungan antariksa bagi otak astronot. Studi tim Van Ombergen akan dilangsungkan sampai 2018.

Obati Penyakit, 'Astronaut Tikus' Dikirim ke Antariksa

Gambar pemindaian otak astronot di antariksa

Tiga astronot yang ikut demam Piala Dunia 2014

Demam Olimpiade Landa Astronot di Stasiun Antariksa

Olimpiade Rio mulai dibuka pada 5 Agustus 2016.

img_title
VIVA.co.id
9 Agustus 2016