Ketua Komisi I DPR: Pola Teror Bom Paris Bisa Meluas

Ilustrasi Polisi Prancis saat terjadi serangan teror di Paris.
Sumber :
  • Reuters

VIVA.co.id - Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Mahfudz Siddiq mengaku berduka terkait aksi penembakan dan bom bunuh diri di Paris. Menurutnya peristiwa tersebut adalah tindakan teror yang keji.

Pengacara Tersangka Teroris Paris Tolak Ekstradisi

"Sasarannya warga sipil ini jelas merupakan teror kepada negara juga," kata Mahfudz saat dihubungi, Senin, 16 November 2015.

Mahfudz melihat, ada yang perlu dikritisi dalam peristiwa berdarah yang memakan ratusan korban ini. Menurutnya, jika pelaku benar dari ISIS maka ini bagian dari skenario menarik negara-negara eropa untuk masuk dan terlibat dalam konflik bersenjata di Timur Tengah. "Karena kita tahu ISIS sarat dengan campur tangan dan kepentingan sejumlah negara," ujarnya.

Terima Ancaman, Siswa Tiga Sekolah di Paris Dievakuasi

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menilai, pola konflik kawasan yang sedang terjadi di Timur Tengah akan terus diperluas ke berbagai negara lain. "Kita semua tahu bahwa proses awal konflik di Timur Tengah telah melibatkan AS dengan intervensinya ke Irak untuk menjatuhkan rezim Saddam Husen dan berlanjut ke negara lain seperti Libya, Suriah dan Yaman," ujarnya menambahkan.

Menurutnya, perubahan rezim politik tidak segera menghasilkan rezim dan format politik baru. Yang muncul justru adalah model konflik baru yang multifaktor dan aktor. "ISIS hanya satu faktor dan aktor dalam pola konflik sekarang," ujarnya.

Korban Teror Penembakan di Paris Sadar dari Koma

Mahfudz mengatakan, Timur Tengah sesungguhnya telah dijadikan arena konflik untuk target merekonstruksi peta negara dan kekuasaan dengan melibatkan aktor negara dan non-negara. Setelah AS, Rusia, Saudi dan Turki terlibat, tragedi Paris adalah cara menyeret eropa menjadi faktor dan aktor tambahan.

"Pemerintah Indonesia harus memahami dan menyikapi situasi kondisi ini. Karena pola konflik ini akan terus diperluas termasuk ke kawasan Asia Barat, selatan dan kemudian Asia Tenggara," ujarnya.

Saat ini, di kawasan Asia Timur sudah menghadapi potensi konflik kawasan yaitu isu laut China selatan. "Jika kedua pola konflik kawasan ini bertemu maka layak kita memproyeksi terjadinya konflik baru yang sangat besar."

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya