Kreasikan Keripik Pisang Dulang Omzet Ratusan Juta

Modal awal yang disiapkan Gazan tidak banyak. Tetapi, dengan kegigihan, pantang menyerah, dan menjaga kepercayaan pelanggan, modal tersebut bisa dikembangkan berkali lipat hingga saat ini.

 

“Dulu, modal pribadi saya cuma Rp50 ribu, lalu saya belikan keripik. Tetapi, ketika itu tidak cukup. Lalu, saya pinjam ke tante Rp1 juta, saya beli alat-alat mulai impulse seller, alat pembungkus, dan bahan yang dibutuhkan. Dari situ saya memproduksi 30 pieces (bungkus)," kata Gazan kepada VIVA.co.id, usai ditemui di acara penghargaan kepada finalis Shell Life Wire di Hotel Shang Ri La, Jakarta, Kamis 19 November 2015.

Usahanya pun terus berkembang hingga dia mampu membeli mobil dan sejumlah aset lainnya. Produknya tersebar melalui sistem reseller, serta agen distributor di berbagai kota besar, seperti Bali, Bogor, Purwokerto, Aceh Solo, Pontianak, Palembang, Malang, dan kota lainnya. 

Keripik Pisang Zanana (Zanana Chips) memiliki lima varian rasa, di antaranya rasa brown chocolate, creamy milk, green thai tea, smoked beef, dan classy spicy.

 

Menurutnya, penjualan saat ini telah mencapai persentase repeat order sebanyak 90 persen. Artinya, 90 persen konsumen terus melakukan pembelian ulang. 

Harga yang ditawarkan cukup menarik. Bagi reseller, dia membanderol Rp15 ribu per pieces dengan minimal pembelian 50 pieces.

 

“Minimal pembelian untuk reseller, yaitu Rp750 ribu sebanyak 50 pieces. Mereka biasanya menjual kembali minimal dengan harga Rp20 ribu, Rp23 ribu atau Rp25 ribu, sesuai dengan wilayahnya,” kata dia. 

Dia menjelaskan, sistem pemasaran Zanana Chips bermarkas di Bandung. Gazan mengandalkan strategi sistem online dan dari mulut ke mulut. Saat ini, tim inti Zanana Chips beranggotakan 14 orang yang berasal dari teman-temannya.

“Tim saya ada 14 orang, termasuk saya sendiri. Manajernya, teman akrab saya, dan yang lain ada yang saya recruit,” kata dia.

Usia muda dan sukses, Gazan pun bersedia berbagi motivasinya meraih kesuksesan berbisnis selagi muda. Setelah lulus Sekolah Menengah Atas (SMA), dia lebih memilih untuk tidak meneruskan kuliah di universitas.

Sebab, dia memang ingin fokus dalam berbisnis. Pemicu utamanya, adalah motivasi dari para pengusaha yang ia kenal.

 

“Saya tidak kuliah, bukan berarti saya tidak belajar. Setelah saya lulus SMA, saya sudah mulai berbisnis risoles, bisnis ayam tulang lunak, tetapi gagal. Lalu, saya main ke lingkungan pengusaha, di situ saya bertemu orang, dia bilang ketika saya bangkrut dan rugi, waktu itu rugi Rp3 juta. Dia bilang, 'ah baru Rp3 juta kok, saya kemarin Rp300 juta, Rp3 miliar biasa saja',“ papar Gazan.

 

Hal itulah yang membuat dia semakin termotivasi untuk terus melakukan bisnis. Dia membekali diri bahwa dalam berbisnis memang harus siap rugi. Dia pun kerap mendapatkan cemoohan dari lingkungan, seperti teman-teman dan orang-orang yang tidak mempercayainya dalam memulai usaha.

 

“Kegagalan-kegagalan, cemoohan orang lain itu bisa terbayarkan dengan konsistensi kita,” kata dia.

 

Selain itu, dia mengungkapkan, untuk dapat tetap menggerakkan bisnis, jaringan adalah hal yang penting. Sebab, jaringan yang berkualitas adalah sebuah keharusan dan dapat mendatangkan keuntungan tersendiri.

 

“Jaringan yang luas dan berkualitas, akan mendatangkan hal yang tidak terduga,” tuturnya. (asp)