Mengenal Lebih Jauh Suku Dayak Indramayu

Suku Dayak Indramayu
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Dody Handoko
VIVA.co.id
Pelajaran Moral dan Budaya dalam Kurikulum Sekolah
- Di Indramayu, Jawa Barat terdapat komunitas Dayak Indramayu Hindu-Budha Bumi Segandu. Sebenarnya seluruh anggotanya sebenarnya merupakan suku Jawa yang bermukim di Desa Krimun, Kecamatan Losarang, Indramayu.

Kaharingan, Agama Suku Dayak Berumur Ratusan Tahun
 
Menanti Pertunjukan Wayang di Tengah Ibu Kota
Nama Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu merupakan falsafah hidup yang luhur. Suku artinya kaki yang bermakna masing-masing individu mempunyai tujuan masing-masing. Kata Dayak berarti ngayak atau menyaring dari sekian banyak manusia atau mengadakan pilihan antara salah dan benar.
 
“Hindu bukan berarti agama hindu, tetapi yang dimaksud adalah awal manusia sebelum lahir atau terlebih dulu berada dalam kandungan ibu. Budha artinya dalam bahasa Jawa wuda, yang berarti telanjang," ujar Tamad, Ketua Suku Dayak Indramayu.

 

Bumi Segandu bermakna, dasar sebagai pusar bumi dan Indramayu bermakna darma wong tuwa (darma orang tua) yang merupakan awal tetapi tidak diketahui awal dan asalnya.

 

Meski memiliki nama Suku Dayak, namun, suku di Indramayu ini berbeda dengan Suku Dayak yang ada di Kalimantan. Keunikan mereka adalah dari penampilannya yang tidak berbaju dan hanya bercelana pendek serta mengenakan topi ala petani. Rambut para lelaki komunitas ini juga rata-rata gondrong.

 

Selain itu, warga komunitas ini tidak memiliki KTP dengan alasan enggan mengisi form agama. Karena mereka mengklaim penganut kepercayaan bukan agama. Seluruh anggota komunitas ini lebih dari 400 jiwa yang bermukim di sebuah padepokan.

 

Saat musim kemarau datang, mereka melakukan semedi atau tapa di bawah terik matahari. Ritual itu dilakukan sebagai penghormatan terhadap matahari.  Selain itu, mereka juga pantang mengonsumsi daging. Bisa dibilang rata-rata komunitas suku Dayak Indramayu adalah vegetarian.


Ajaran dan suku ini sendiri mulai terbentuk pada tahun 1970 oleh Tamad atau Eran Takmad Diningrat Gusti Alam, yaitu pendiri perkumpulan ini yang pada waktu itu menemukan titik jenuh akan aturan pemerintah.


Melihat keadaan sekitar yang tidak berubah, Tamad mulai instropeksi diri dan menyadari bahwa cara tersebut adalah paling baik bagi manusia. Selain itu, filosofi kehidupan mereka adalah kembali ke alam, mendekatkan diri dengan alam dan mereka percaya bahwa inti ajaran dalam hidup adalah alam.

 

Uniknya, suku ini tetap menghargai perempuan dan anak-anak. Bahkan para kaum pria rela untuk mencari nafkah sekaligus mengurusi pekerjaan rumah tangga seperti memasak. Bagi mereka, kaum perempuan memiliki martabat tinggi karena dari perempuanlah lahirnya individu-individu baru.

 

Suku Dayak Bumi Segandu biasanya melakukan ritual rendeman atau menurut bahasa setempat disebut “kumkum” yang berfungsi untuk melatih kesabaran. Ritual kumkum (berendam) ini dilakukan selama empat bulan dalam setahun.

 

Ritual kumkum dimulai dengan melakukan kidung di malam hari pukul 23.00 WIB. Usai kidung, mereka beranjak ke sungai kecil di dekat perkampungan mereka untuk merendam diri hingga pagi hari tiba.

 

Selama ritual kumkum mereka tidak menggunakan baju atasan, selama delapan jam mereka harus menahan dingin dan juga gigitan ikan-ikan kecil yang usil di dalam sungai tersebut.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya