Tak Bayar Pajak, Taksi Uber Harus Ditindak Tegas

Ilustrasi taksi Uber
Sumber :
  • REUTERS/Kai Pfaffenbach

VIVA.co.id -  Kementerian Perhubungan (Kemenhub) diminta bersikap tegas terkait keberadaan layanan taksi Uber yang dioperasikan oleh perusahaan peranti lunak melalui jasa panggilan mobil yang disediakannya.

Presiden: Proyek Kereta Bandara Selesai Sesuai Target 2017

Pasalnya selama ini taksi Uber dinilai sama sekali tidak mematuhi aturan yang tertuang dalam UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio mengatakan, dalam UU No 22 Tahun 2009 dijelaskan, untuk menjadi angkutan publik, perusahaan tersebut harus memiliki badan hukum yang jelas, membayar pajak, dan tentunya menggunakan pelat kuning.
Jarak Dekat Bayar Rp595 Ribu, Uber Minta Maaf ke Pelanggan

"Regulator terkesan tidak tegas terhadap hal ini. Meskipun hal ini menguntungkan konsumen dari sisi pemesanan (online) dan tarif yang lebih murah, tapi tetap saja kalau di kemudian hari ada apa-apa seperti pelanggaran berupa konsumen yang dirugikan," ujar Agus dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Kamis 17 Desember 2015.
Naik Uber dari Kasablanka ke Setiabudi, Bayarnya Rp595 Ribu!

Menurut Agus, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama bahkan sudah tegas menolak keberadaan taksi Uber di Jakarta, karena dianggap ilegal. "Untuk itu saya minta Kemenhub tegas untuk menyikapi hal ini. Langsung saja dilarang kalau tidak mau patuh terhadap UU. Jangan masuk ke wilayah abu-abu," kata dia.

Terkait soal pendapatan seorang pengemudi taksi Uber yang mencapai Rp16 juta per bulan, hal itu salah satu cara yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengejar anggota di Indonesia. "Hal itu hendaknya disikapi secara hati-hati oleh masyarakat," ujarnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Djoko Sasono mengatakan jika Uber masih ingin beroperasi maka harus menjadi perusahaan yang legal dengan mematuhi semua UU Nomor 22 yang mengatur industri angkutan darat.

Seperti berbadan hukum yang jelas, kendaraan yang dimiliki harus laik jalan melalui pengujian kendaraan bermotor (KIR), membayar asuransi untuk penumpang, sampai mengggunakan pelat kuning.

Meski demikian, Djoko memastikan pemerintah akan terus mendukung aplikasi yang membangun transportasi cerdas di Indonesia dengan cara memenuhi peraturan perundang-undangan.

Selain itu, penolakan taksi Uber juga dilakukan oleh manajemen PT Angkasa Pura II (Persero) atau AP II yang dengan tegas menolak layanan taksi Uber di Bandara Soekarno-Hatta.

Keberadaan taksi Uber di bandara-bandara kelolaan AP II dinilai hanya akan mempersulit upaya penertiban taksi liar yang tengah coba diakomodasi perusahaan menjadi lebih terorganisir. (ren)


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya