Cerita di Balik Rumah Tradisional dalam Uang Rp10.000

Rumah Adat Sumatera Selatan
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Rintan Puspitasari
VIVA.co.id
5 Bukti Kepribadian Menentukan Tempat Berlibur Anda
- Berkunjung ke kota pempek, Palembang, kurang lengkap rasanya kalau tidak melihat langsung rumah tradisional asli dari provinsi Sumatera Selatan.

Menikmati Liburan Nyaman di Kapal Pesiar

Melihat bentuk asli rumah Limas yang ada di Palembang, Sumatera Selatan, seolah mengingatkan pada uang kertas Rp10.000.
Menyusuri Sungai Cigenter, 'Amazon' di Ujung Kulon


Pasti banyak yang bertanya-tanya apa alasannya rumah tersebut dijadikan gambar uang kertas Rp10 ribu. Ternyata rumah limas yang menjadi bagian dari isi museum Negeri Sumatera Selatan, atau lebih dikenal dengan nama museum Balaputra Dewa memiliki keistimewaan. Sehingga tak heran, jika dicetak ke dalam uang kertas Rp10 ribu.


Apa saja keistimewaannya? Di tengah tutup atap rumah limas memiliki ornamen berbentuk simbar. Simbar atau tanduk selain sebagai hiasan juga berfungsi sebagai penangkal petir.


Jumlah simbar di setiap atap rumah tidaklah sama, dan setiap simbar memiliki makna. Simbar atau tanduk berjumlah dua menggambarkan Adam dan Hawa, sedangkan jumlah tiga melambangkan matahari, bulan dan bintang.


Jika berjumlah empat melambangkan sahabat nabi, sedangkan kalau berjumlah lima, menggambarkan rukun Islam.


Jenjang lantai atau bengkilas, memiliki filosofi kedudukan seseorang. Bagian paling bawah, biasanya digunakan oleh orang dengan kedudukan yang disebut Kemas.


Arsitektur rumah tradisional ini memang di pinggir sungai Musi, dengan posisi salah satu kaki di bagian tanah, sedangkan yang lainnya ada di dalam air.


Rumah ini awalnya milik Pangeran Syarif Abdurrahman Al-Habsyi dan dibangun tahun 1830, kemudian dibeli Pangeran batun dan dipindah ke Pemulutan, kemudian dipindahkan oleh Pangeran Punto ke Talang Pangeran tahun 1930.


Karena ada masalah, rumah tersebut akhirnya dipindah lagi ke Palembang dan diletakkan di menara air tahun 1932, yang sekarang merupakan kantor Wali Kota Palembang.


Pada tahun 1933, rumah ini dijadikan museum rumah Bari, dan pada tahun 1936 dipindahkan ke Kebun Bunga sebelum akhirnya pada tahun 1985, rumah ini dipindahkan ke halaman Museum Balaputra Dewa.


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya