Pemerintah Dikritik Gagal Paham Soal Trisakti Soekarno

Wakil Ketua BURT DPR Indrarti Sukadir (kanan), Refrizal & Pius Lustilarang
Sumber :
  • Antara/ Yudhi Mahatma
VIVA.co.id
Dana Ketahanan Energi Capai Rp3 Triliun
- Rencana pemerintah untuk memungut subsidi Dana Ketahanan Energi memunculkan polemik luar biasa. Kado akhir tahun pemerintahan Jokowi dalam menyesuaikan harga premium dan solar akibat turunnya harga minyak dunia menjadi tidak sempurna dengan munculnya kebijakan pungutan tersebut, seperti yang dikemukakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.

DPR dan Kementerian ESDM Kembali Bahas Dana Ketahanan Energi

Mengenai hal ini, Refrizal, politisi senior dari Partai Keadilan Sejahtera, berpendapat bahwa pemerintahan saat ini gagal paham terhadap ajaran Trisakti Soekarno. Menurut dia, hal ini sangat aneh, karena di era Jokowi yang mengusung Trisakti ini, pemerintah malah meminta subsidi dari rakyatnya.
DPR Minta Industri Besar Sisihkan Anggaran untuk DKE


“Ini namanya ngawur, mengusung Trisakti tetapi menaikkan harga BBM, menaikkan tarif dasar listrik dan tidak pandai menjaga stabilitas harga bahan pokok, terakhir rakyat dipukul dengan pungutan subsidi Dana Ketahanan Energi” ungkap Refrizal.


Seperti diketahui, visi Trisakti yang diserukan kembali oleh Jokowi bermakna bahwa bangsa Indonesia harus berdaulat secara politik, mandiri dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.


Payung Hukum Harus Jelas

Dalam mengelola pemerintahan, pemerintah harus patuh terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku agar proses ketatanegaraa berjalan sebagaimana mestinya.


“Dalam sistem keuangan negara, prinsip dasar memungut dan mengeluarkan (keuangan negara) harus melalui UU. Bila sebuah kebijakan PNBP (Penerimaan Negara BUkan Pajak) tidak berdasarkan pada  ketentuan perundang-undangan maka dapat dipastikan kebijakan tersebut melanggar hukum. Ingat, DPR bisa melakukan angket atau interpelasi terhadap indikasi pelanggaran UU yang dilakukan oleh Presiden,” kata Refrizal.


Dia berpandangan, seandainya pemerintah tetap ingin memungut Dana Ketahanan Energi, maka pungutan tersebut harusnya ditujukan kepada kontraktor minyak dan gas bumi, bukan memungut dari rakyat.


Dasar hukum pemerintah dalam memungut Dana Ketahanan Energi adalah Pasal 30 UU 30/2007 dan pasal 27 PP 79/2014.


Dasar hukum pemerintah dalam memungut Dana Ketahanan Energi adalah Pasal 30 UU 30/2007 dan pasal 27 PP 79/2014. Padahal jelas di konsideran menimbang PP 79/2014 secara spesifik disebutkan bahwa Peraturan Pemerintah tersebut diterbitkan untuk melaksanakan pasal 11 ayat (2) UU 30/2007 tentang Energi bukan aturan turunan dari pasal 30 UU 30/2007 sebagaimana dimaksud.


“Jadi kebijakan memungut subsidi dari rakyat untuk Dana Ketahanan Energi ini seperti Jaka Sembung naik Ojek, gak nyambung jek. Gak nyambung antara dasar hukum dengan kebijakan yang dibuat.” sindir politisi dari Sumatera Barat ini.


Lebih lanjut, politisi PKS ini tegas meminta agar pemerintah segera mencabut aturan Menteri ESDM yang memberatkan rakyat banyak ini.


Polemik dana Ketahanan Energi ini muncul setelah pada Rabu (23/12/2015) pemerintah mengumumkan penyesuaian harga premium dan solar yang berlaku mulai 5 Januari 2016. Semula harga BBM jenis premium untuk Jawa-Madura-Bali (Jamali) sebesar Rp7.300, kini  Rp7.150 per liter. Sedangkan solar dari Rp6.700 menjadi Rp5.950.


Namun, menurut Said, dalam penurunan harga BBM tersebut, konsumen dipungut Dana Ketahanan Energi dan Pengembangan Energi Baru sebesar Rp200 untuk premium dan Rp300 untuk solar.


Sebagai perbandingan, per Desember 2015 harga 1 liter bensin dengan RON 95 (sekelas pertamax) di Malaysia dihargai RM 2,05 atau setara dengan Rp 6.525/liter sedangkan harga bensin premium di Indonesia Rp 7.300 per liter. (ren)



Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya