Sumber :
- ANTARA/Ampelsa
VIVA.co.id - China mencatatkan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015 sebesar 6,9 persen. Sebagai negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia, angka tersebut merupakan angka terendah selama 25 tahun terakhir.
Baca Juga :
Rupiah Melemah, Tertekan Gejolak Ekonomi Global
Analis KDB Daewoo Indonesia Maxi Liesyaputra mengatakan, jika pertumbuhan ekonomi negara Tirai Bambu tersebut terus mengalami penurunan, maka akan berdampak pada pasar negara berkembang lainnya temasuk pasar Indonesia.
Baca Juga :
IHSG Diproyeksi Naik, Ini Pendorongnya
"Sebenarnya kalau pertumbuhan 6,9 persen sesuai dengan ekspektasi. Namun kalau terus turun akan ada pengaruh dengan pasar dunia dan Indonesia karena China salah satu penggerak ekonomi dunia," kata Maxi saat ditemui di Bursa Efek Indonesia Jakarta, Selasa 19 Januari 2016.
Baca Juga :
Tepung Kelapa dari Sulut Diminati Warga Rusia
Menurutnya, dampak yang terkena langsung dengan pasar Indonesia yaitu dari hubungan perdagangan antara Indonesia dan China. Sebab, China merupakan salah satu tujuan ekspor terbesar bagi Indonesia.
Dengan demikian, pelaku usaha ekspor dalam negeri diharapkan mampu menggenjot ekspor ke negara lain yang pertumbuhan ekonominya lebih baik.
Maxi juga mengatakan, untuk pasar uang, perlambatan perekonomian di China kurang berpengaruh pada mata uang garuda lantaran rupiah lebih berfluktuatif pada dolar negeri Paman Sam.
"Rupiah lebih ke dolar ya. Sekarang saya lihat melemah di kisaran Rp13.900. Kami perkirakan di tahun 2016 akan berada di level Rp14.500 per dolar," ujarnya.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Dengan demikian, pelaku usaha ekspor dalam negeri diharapkan mampu menggenjot ekspor ke negara lain yang pertumbuhan ekonominya lebih baik.
