Jatuh Bangun Kusrin, Pembuat Televisi Rakitan

Produsen televisi lokal asal Karanganyar, Jawa Tengah Muhammad Kusrin
Sumber :
  • Arie Dwi Budiawati / VIVA.co.id
VIVA.co.id
Pengamat: Proyek Infrastruktur Jangan Disetop
- Perakit televisi asal Karanganyar, Muhammad Kusrin, menjadi ramai diperbincangkan akhir-akhir ini di media sosial. Hal ini disebabkan oleh produk rakitan Kusrin yang tidak memiliki sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI).

Saleh Husin: Reshuffle Jadi Titik Balik Perbaikan Ekonomi
Ditemui VIVA.co.id, Kusrin adalah pria kelahiran tahun 1979 yang mampu memproduksi televisi rakitan ini menceritakan awal mulai usahanya tersebut.

Menperin Desak Calya-Sigra 100 Persen Indonesia
Dia mengatakan memulai usahanya dengan membuka servis barang elektronik dengan membeli tape combo disc rusak senilai Rp80.000 di Pasar Jatinegara pada tahun 1998. Setelah diperbaiki, tape tersebut dibawa pulang ke Karanganyar, Jawa Tengah, lalu dijual kembali dan laku terjual senilai Rp200.000.

"Terus, (hasilnya) tak beliin kayak pesawat FM di radio untuk komunikasi sama teman-teman servis elektronik untuk berkenalan. Kami berteman, sambil (saling) belajar," kata dia.

Kemudian, Kusrin pun membangun usaha servis elektronik selama empat tahun. Sayangnya, tidak disebutkan jelas kapan tahun dia merintis usaha perbaikan barang elektronik. Lalu, dia diminta temannya untuk membantunya memproduksi televisi rakitan.

"Terus, ada teman yang meminta bantu membuat televisi. Ternyata tabungnya dari (monitor) komputer bekas. Waktu itu, desainnya belum sempurna. Saya datang. Saya ubah semuanya. Saya ubah tabung monitor menjadi televisi. Televisi itu dijual di Karesidenan Solo. Saya (kerja) ikut orang itu tahun 2010," kata pria lulusan SD ini.

Kusrin melanjutkan, pada tahun 2012, penghobi utak-atik barang elektronik ini memutuskan untuk merintis usaha perakitan televisi sendiri dengan pengetahuan yang didapat ketika menjadi karyawan perakitan televisi.

Modal yang dirogoh mencapai ratusan juta rupiah untuk merintis usaha yang diberi nama Usaha Dagang (UD) Haris Elektronik. Dana tersebut berasal dari uang tabungannya ketika bekerja dengan temannya. "Modalnya sedikit. Kalau tidak salah itu, modalnya Rp200 juta- Rp300 juta," kata dia

Tahun 2011, ia mulai mengurus kelengkapan izinnya, seperti Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Izin Gangguan, dan Tanda Daftar Perusahaan dan sudah selesai. Lalu, pada tahun 2012, produksi pun berjalan. Semula, karyawannya hanya tiga orang dan karyawannya itu merupakan teman-temannya. "Awalnya, produksi 30-40 unit per hari," kata dia.

Tertipu karyawan

Kusrin mengaku sempat mengalami kejadian tidak menyenangkan. Tepatnya di tahun 2012, sopir dan sales perusahaannya tidak menyetorkan uang hasil penjualan televisi ke perusahaan. Alhasil, dia berhenti berproduksi selama enam bulan. "Terus, saya mulai nol lagi sampai tahun 2015," kata dia.

Kini, produksi televisi rakitannya mencapai 150 unit per hari dan televisi yang diproduksinya adalah televisi tabung berukuran 14 inchi-17 inchi. Jumlah karyawannya pun bertambah menjadi 30 orang. Rata-rata karyawannya ini merupakan lulusan SD dan SMP yang dilatih untuk merakit televisi.

Untuk bahan baku, UD Haris Elektronika telah menggunakan komponen elektronik baru, seperti chasis, casing, dan kabel. Sementara itu, tabung televisi yang digunakan adalah monitor bekas komputer, tapi sudah lewat proses pengujian mutu di Balai Besar Bahan dan Barang Teknik, Bandung, Jawa Barat.

Kusrin juga telah mendaftarkan merek televisi rakitannya dengan merek Veloz, Zener, dan Maxreen. "Satu unitnya seharga Rp400 ribu-Rp500 ribu," kata dia.

Mengenai omzet, Kusrin masih merahasiakannya. "Saya memproduksi televisi per bulannya sebanyak 2.500 unit. "Saya lebih mengejar kuantitasnya," kata Kusrin.

Saat ini produk yang dibuatnya dijual di daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Konsumennya adalah masyarakat berpenghasilan rendah.

Terganjal SNI 

Kusrin mengatakan bahwa tahun 2015 bisnisnya terkena masalah lagi. Kali ini adalah sertifikat SNI. Dikatakan bahwa produk televisinya belum mempunyai sertifikat SNI. Padahal, komponen elektronik yang digunakan untuk memproduksi televisi rakitan, sudah bersertifikat SNI.

"Yang dipermasalahin itu produk televisinya. Kalau bahan bakunya, kan, itu harus SNI," kata dia.  Sebenarnya, tahun 2012, pihaknya telah mengajukan permohonan sertifikat SNI kepada Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jawa Tengah dan UD Haris Elektronika diminta untuk mengubah usahanya menjadi Perseroan Terbatas (PT).

"Padahal, karyawan saya sudah 20-an orang. Ya, sudah saya nekat saja. Tak terusin usahanya sampai digerebek (polisi)," kata dia.

Kusrin mengaku tidak ada arahan dari pemerintah daerah setempat bagaimana cara mengurus SNI untuk produk televisinya. Cara ini justru didapatkanya dari pihak polisi. "Malah polisi yang carikan (cara) untuk (urus) SNI, lalu, kami yang urus sendiri," kata dia.

Sekadar informasi, Kusrin ditangkap Polda Jawa Tengah karena diduga telah melanggar pasal 120 (1) jo pasal 53 (1) huruf b UU RI no 3/2014 tentang Perindustrian serta Permendagri No 17/M-IND/PER/2012 , Perubahan Permendagri No 84/M- IND/PER/8/2010 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Terhadap Tiga Industri Elektronika Secara Wajib.

Dia pun divonis enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun serta denda Rp2,5 juta subsider dua bulan kurungan. Tak hanya itu, pihak Kejaksaan Negeri Karanganyar juga memusnahkan 116 televisi rakitan dari UD Haris Elektronik.

Kini, Kusrin kembali membenahi usahanya. Dirinya pun mengurus surat permohonan SPPT-SNI kepada LSPro Baristand Surabaya untuk sertifikasi SNI televisi tabung pada Mei 2015 dan pada 15 Januari 2016, sertifikat SPPT-SNI CRT TV telah keluar. Sementara ini, pihaknya masih berhenti produksi untuk sementara.

"(Karyawan) saya suruh untuk melayani purna jual karena kami harus bertanggung jawab (untuk produk televisi rakitan kami)," kata dia.

Pria beranak dua ini mengatakan bahwa kasusnya ini membuat usaha-usaha sejenis menjadi ketakutan. Sebelum ada kasus ini, usaha perakitan televisi mencapai delapan industri rumahan (home industry) di Karanganyar, tapi setelah ada kasus Kusrin, jumlahnya berkurang.

Kusrin mengaku, setelah ada kasus yang menimpanya, kini, dia tak punya modal lagi untuk berusaha. "Sekarang sudah tidak ada lagi modal setelah digerebek," kata dia.

Sementara itu, Menteri Perindustrian, Saleh Husin, di tempat yang sama, mengatakan bahwa Kusrin bisa mendapatkan modal dari Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk merintis usahanya kembali.

"Untuk permodalan, pemerintah membuat kebijakan (membantu UKM) dengan KUR. Mungkin lewat KUR, Pak Kusrin bisa mendapatkan modal untuk produksi yang lakunya 150 unit per hari," kata dia.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya