MEA Dinilai Jangan Korbankan Daerah Perbatasan

Pos perbatasan Indonesia-Malaysia di Long Nawang, Kecamatan Kayan Hulu, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Moh. Nadlir

VIVA.co.id - Pemberlakuan masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) dinilai menjadikan daerah perbatasan bukan lagi daerah belas kasihan. MEA telah mengubah posisi strategis daerah perbatasan, khususnya yang berbatasan dengan negara-negara ASEAN lainnya, dari daerah 'pinggiran' menjadi daerah 'sentral'.

Demi Potensi Pulau Perbatasan, LIPI Kerahkan 23 Peneliti
“Posisi strategis tersebut, sangat menentukan persaingan bisnis Indonesia dalam MEA dan menentukan apakah Indonesia mendapat manfaat, atau pun sekedar menjadi 'korban'," ujar pengamat ekonomi dari Universitas Sam Ratulangi Manado, Agus Tony Poputra, Senin 29 Februari 2016.
 
Indonesia-Malaysia Duduk Bersama Bahas Batas Wilayah
Sejak Indonesia merdeka, tuturnya, kebijakan pembangunan daerah perbatasan lebih didasarkan pada pendekatan keamanan, bukan pendekatan kesejahteraan maupun ekonomi.  
 
Semua Daerah Perbatasan Ditargetkan Jadi Pintu Masuk RI
Menurutnya, pendekatan tersebut membuat kondisi ekonomi dan sosial di daerah perbatasan jauh tertinggal dibanding daerah lain di Indonesia, dan dengan daerah perbatasan negara tetangga.
 
Dia memaparkan, pendekatan keamanan tanpa memberi perhatian yang mencukupi untuk peningkatan kesejahteraan dan ekonomi masyarakat di daerah perbatasan, justru mengancam tercapainya tujuan pendekatan keamanan itu sendiri.
 
Menurutnya, ketimpangan tersebut dirasakan oleh masyarakat di perbatasan dan menyentuh rasa keadilan dan nasionalisme mereka. 
 
Dia memaparkan, kondisi itu akan mempersulit posisi Indonesia saat ada persoalan perbatasan. Situasi itu sangat krusial, terutama saat ini banyak negara di kawasan Asia Pasifik saling klaim terhadap daerah perbatasannya.
 
“Pemerintah saat ini mulai sadar akan pentingnya pendekatan kesejahteraan. Namun, tindakan di lapangan tampaknya baru pada tataran belas kasihan. Program pembangunan infrastruktur di daerah perbatasan Indonesia, saat ini belum menyentuh pada penuntasan kendala-kendala perdagangan di daerah perbatasan," ujarnya.
 
 
Baru infrastruktur dasar
 
Dia menuturkan, sebagian besar baru mencapai taraf pembangunan infrastruktur dasar untuk mengurangi kekurangan yang ada. Pengembangan ekonomi dan perubahan pola pikir masyarakat pun belum tersentuh secara memadai.
 
Dia menyebutkan, pembangunan daerah perbatasan seharusnya dilakukan secara komprehensif untuk meningkatkan pendapatan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan ekonomi yang bermakna. 
 
Yakni, tidak sekadar untuk kepentingan masyarakat di daerah perbatasan, tetapi juga menunjang kepentingan ekonomi nasional secara luas. Karena itu, butuh perubahan paradigma dalam pembangunan daerah perbatasan.
 
Dia menjelaskan, perubahan paradigma pembangunan tersebut diarahkan pada pembangunan yang berorientasi pada kepentingan ekonomi Indonesia di kawasan ASEAN, serentak dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal.
 
“Bilamana daerah yang berbatasan dengan ASEAN tidak mendapat pembangunan dan pengawasan yang memadai, maka dikhawatirkan daerah-daerah tersebut sekadar menjadi pintu masuk barang, jasa, dan manusia dari negara ASEAN lainnya, tanpa Indonesia mampu melakukan ekspor yang bermakna,” ujarnya.
 
Dalam konteks tersebut, menurutnya, pemerintah harus mampu membuat daerah perbatasan menjadi menarik bagi masyarakat dan dunia usaha Indonesia sendiri. 
 
Dia menuturkan, daerah perbatasan perlu dijadikan front pertempuran ekonomi antara Indonesia dengan negara tetangga. Dalam hal ini, pemerintah harus mampu mengurangi biaya perdagangan antara wilayah lain di Indonesia dengan daerah perbatasan, agar menarik investasi maupun kegiatan perdagangan antarnegara secara signifikan.
 
“Dalam kebijakan industri, perlu upaya untuk menjadikan beberapa daerah perbatasan menjadi kawasan industri terpadu. Untuk maksud tersebut, pembangunan daerah perbatasan Indonesia membutuhkan dana khusus (special funding)," katanya.  
 
Dia mengungkapkan, keberadaan dana khusus ditujukan untuk meningkatkan kualitas infrastruktur secara dramatis di daerah perbatasan.  
 
"Infrastruktur yang dibangun di daerah perbatasan, terutama energi listrik, serta sarana dan prasarana perhubungan tidak sekadar mencukupi kebutuhan rumah tangga, namun untuk kepentingan ekonomi yang lebih luas dan berjangka panjang,” terang Agus. (asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya