Iuran Tabungan Perumahan, RI Diminta Contoh Singapura

Pekerja menyelesaikan proses pembangunan rumah
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin

VIVA.co.id - Banyaknya pendapat yang tidak setuju dengan kehadiran Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), terutama dari asosiasi pengusaha dinilai merupakan hal yang wajar. 

Komite Tabungan Perumahan Rakyat Segera Dibentuk
 
Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW), Ali Tranghanda, mengatakan hal tersebut karena telah banyaknya iuran yang harus terbebani, mulai dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan, dan lainnya.
Kadin Ingin Ada Insentif Jika UU Tapera Disahkan
 
"Itu lah kondisi iuran di Indonesia yang saat ini beragam dengan mekanisme masing-masing dan berjalan sendiri-sendiri. Seharusnya, pemerintah dapat melakukan integrasi antara semua iuran yang ada, seperti yang dilakukan Singapura dengan central provident fund," ujar Ali, dikutip dalam keterangannya, Kamis, 3 Maret 2016.
Dana Perumahan di Indonesia Butuh Rp500 Triliun per Tahun
 
Dia memaparkan, pada central provident fund di Singapura, iuran tunggal peserta akan langsung dibagi dalam empat rekening, mulai dari pendidikan, kesehatan, pensiun, sampai kebutuhan hunian. 
 
Baca juga: 
 
"Hal ini perlu dilakukan agar pihak pengusaha tidak lagi diribetkan dengan beberapa tagihan yang memakan waktu, karena prosesnya dipungut masing-masing," ungkapnya.
 
Dia menjelaskan, dengan munculnya Tapera membuat adanya tambahan lagi effort  dari pengusaha untuk melaksanakannya. 
 
"Kami tetap mendukung Tapera, dengan kritikan keras agar segera dibuat rencana implementasi yang jelas mengenai tata cara bagaimana peserta dapat memperoleh rumah, karena terindikasi banyak hal yang harus diluruskan dalam UU Tapera," katanya.
 
Pengelolaan Tapera
 
Dia mengatakan, hal lain berkaitan dengan pengelolaan dana Tapera yang harus melalui manajer investasi, lagi-lagi hal ini dikhawatirkan terjadi penyimpangan.
 
Hal tersebut, paparnya, karena dana Tapera rentan dapat menjadi dana “bancakan” dengan dana besar yang terkumpul Rp59 triliun setahun. 
 
"Belum lagi bila adanya risiko kerugian akibat investasi yang dilakukan manajer investasi. Bila merugi, maka berdasarkan UU Pasar Modal, manajer investasi tidak dapat dipersalahkan. Sungguh ironis karena uang dana Tapera semuanya berasal dari masyarakat dan Tapera harus mempertanggungjawabkan hal tersebut," ungkapnya.
 
Selain itu, dia menuturkan, banyak pekerja yang tidak mau untuk mengikuti Tapera, karena mereka menabung tetapi tidak memperoleh fasilitas untuk mendapatkan rumah karena tidak termasuk dalam target Tapera. 
 
Baca juga: 
 
Berkaitan dengan hal tersebut, dia menambahkan, dapat dipertimbangkan kepesertaan Tapera tidak terbatas untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), tetapi untuk semua peserta Tapera. Meskipun dengan bantuan dan sistem yang berbeda antara MBR dan non MBR di segmen menengah. 
 
"Karena berdasarkan riset yang dilakukan, masyarakat segmen menengah pun masih banyak yang belum memiliki rumah," ujarnya.
 
Dia berharap, dalam proses penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) Tapera ini, sistem pengawasan dan mekanisme implementasi program dapat tertuang dalam pasal-pasal secara jelas. 
 
"Bila tidak, akan kembali terulang UU yang mengatasnamakan kepentingan rakyat, namun pada kenyataan adalah sebuah kendaraan untuk ‘menipu’ ketidaktahuan rakyat," tuturnya.
 
Baca juga: 
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya