Keren, Belanja di Tempat Ini Bayar dengan Sampah Plastik

Suyatmi, menimbang sampah plastik yang ditukarkan pemulung untuk berbelanja di kantinnya. Kantin makanan milik Suyatmi memang hanya menggunakan sampah sebagai alat transaksi pembayaran, Senin (14/3/2016)
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dwi Royanto

VIVA.co.id – Berbelanja di mana pun, rasanya tidak ada yang bisa lepas dengan uang. Namun, bagaimana bila bentuk transaksi itu digantikan dengan sampah? Ya, tanpa perlu uang, cukup dengan menyetor sampah, Anda sudah bisa berbelanja dan menikmati makanan.

Ilmuwan Berhasil Mengubah Sampah Plastik Jadi Perasa Vanila

Inilah yang digagas oleh Suyatmi (42) dan suaminya Sarimin (54), warga Kota Semarang Jawa Tengah. Pasangan yang membuka jasa kantin makanan di kawasan tempat pembuangan akhir (TPA) Jatibarang Semarang ini meniadakan uang untuk pembelinya.

Sampah plastik pun menjadi pengganti uang. Dengan catatan, setiap pembeli yang ingin makan di kantin Suyatmi, harus membawa minimal 20 kilogram sampah plastik.

Di Forum Parlemen Eropa, Cak Imin Minta Setop Ekspor Limbah Plastik

Sebab, per kilogram sampah plastik dihargai Rp400. "Rata-rata yang makan di sini habisnya Rp6.000 sampai Rp8.000. Jadi, mereka bawa plastik minimal 20 kilogram, " ujar Sarimin kepada VIVA co.id, Senin 14 Maret 2016.

Sampah plastik yang bisa ditukarkan di kantin sampah ini pun cukup beragam. Pada intinya, semua plastik yang memang laku untuk didaur ulang, seperti plastik kresek dan botol-botol plastik yang sudah tak terpakai.

DI KTT Asia Timur, Jokowi Tegaskan RI Tolak Impor Limbah dan Sampah

"Kalau plastik yang ditimbang harganya lebih tinggi dari makanannya, para pemulung biasanya nabung di sini, " ujar pria dua anak itu.

Sarimin mengaku inisiatif kantin sampah bernama 'Kantin Gas Metana' miliknya muncul sejak dua bulan lalu, tepat pada 1 Januari 2016. Awalnya, warga asli Rembang ini sudah berjualan makanan selama satu tahun khusus untuk para pemulung dan pekerja di kawasan TPA Jatibarang. Namun, karena para pemulung yang tidak pasti memiliki uang kerap berutang di warungnya.

"Dari situ saya mikir, mereka sering utang makan karena sampah yang dikumpulkan belum menghasilkan uang. Akhirnya saya minta mereka bayar pakai plastik saja," kata Sarimin.

Berkat cara itu, Sarimin kini bisa menjadi pengumpul sampah plastik. Setidaknya, dalam sehari ia bisa mendapat 20 kuintal sampah plastik yang didapat dari 20 orang pemulung.

Ia pun menjual kembali sampah itu dengan harga Rp500 per kilogramnya. "Biasanya, kalau sudah saya dapat 1-2 ton lalu diangkut. Saya untung dari plastik dan  dagangan nasi," ujarnya.

Manfaatkan gas metan

Membuka kantin sampah di kawasan TPA, rupanya juga menjadi berkah tersendiri bagi Sarimin dan Suyatmi. Selain mendapat untung dari sampah plastik, mereka juga dapat memanfaatkan gas metan, atau biogas yang diproduksi dari sampah-sampah di TPA Jatibarang.

Energi alternatif itu ialah hasil pemanfaatan gas metana, atau CH4 dari timbunan sampah.

Bahan bakar pengganti gas elpiji ini bisa digunakan secara gratis untuk memasak bahan makanan yang dijual di warung Sarimin dan Suyatmi. Seperti memasak nasi, lauk pauk, gorengan hingga merebus air.

"Kami bisa untuk lumayan, karena gas metana ini gratis. Sebulan, kantin sampah ini bisa untuk Rp1,5 juta, " kata Suyatmi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya