Defisit Transaksi Berjalan Bisa Hambat Penguatan Rupiah

Foto ilustrasi.
Sumber :
  • duitpintar.com

VIVA.co.id - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang saat ini terus mengalami penguatan dapat kembali melemah, jika kondisi defisit transaksi berjalan (current account deficit) melebar.

Sofjan Wanandi: Demo Tak Pengaruh Iklim Investasi
 
Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Destry Damayanti, mengatakan defisit transaksi berjalan yang melebar menjadi faktor yang dapat menjadi penghalang rupiah melaju di zona hijaunya.
Rupiah Melemah, Tertekan Gejolak Ekonomi Global
 
"Defisit neraca berjalan akan menahan penguatan rupiah yang tajam. Padahal ada capital inflow (arus modal masuk) deras," kata Destry, dalam Seminar 2015 in Review & Market Outlook 2016, di Hotel Shangri-La, Jakarta, Senin, 14 Maret 2016.
Sikap Pasar Modal dan Rupiah Soal Aksi Damai 4 November
 
Destry mengakui, posisi defisit transaksi berjalan saat ini memang cukup terjaga pada kisaran 2,6 persen terhadap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB). Sampai dengan akhir tahun, secara akumulasi bisa di atas tiga persen terhadap PDB.
 
Pelebaran defisit transaksi berjalan tersebut, kata Destry, lantaran tingginya impor bahan baku penolong yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur. 
 
"Ada peluang, dolar AS bisa melemah ke level Rp12.800, tetapi secara akumulasi 2016, dolar AS akan bergerak pada kisaran Rp13 ribu," ucapnya.
 
Menurut mantan ekonom Bank Mandiri ini, persoalan defisit transaksi berjalan memang cenderung menjadi masalah berulang setiap tahunnya. Seperti pada beberapa tahun lalu, saat ekonomi mampu tumbuh di atas enam persen, tapi defisit transaksi berjalan justru ikut bergerak, bahkan ke atas empat persen. Hasilnya rupiah kemudian kembali melemah.
 
"Karena kita ada masalah struktural. Jadi saat ekonomi tumbuh, impor tinggi dan current account kita bermasalah," tuturnya.
 
Selain itu, Destry mengatakan, di sisi lain, faktor eksternal di mana Tiongkok yang kapan saja bisa melakukan kebijakan melemahkan kembali mata uang yuan juga masih menjadi hantu bagi rupiah.
 
Dampaknya, Destry mengungkapkan, akan banyak negara yang ikut melemahkan posisi mata uang. Hal ini dilakukan, demi menjaga daya saing produk ekspor.
 
"Devaluasi yuan itu akan menahan penguatan rupiah, karena tidak mungkin kita akan menguat sendiri, sementara banyak negara melemahkan mata uang," tuturnya. (one)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya