92 Persen Bahan Baku Obat-obatan di RI Masih Impor

Dengan adanya edukasi pengenalan warna obat, membuat peluang tertukarnya obat menjadi menurun.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA.co.id - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mendorong, agar perusahaan BUMN yang bergerak di bidang farmasi untuk kurangi impor. Lantaran, penggunaan bahan baku dari produk impor masih mendominasi, bahkan sebanyak 92 persen.

Pengembangan Organisasi di Masa Pandemi: BRI Jalankan BRIVolution 2.0
Deputi Bidang Industri Agro dan Farmasi Kementerian BUMN, Wahyu Kuncoro mengatakan, arahan yang diberikan untuk BUMN farmasi saat ini adalah mengurangi impor, agar pada tahun depan tercapai swasembada bahan baku farmasi.
 
Pejabat yang Rangkap Jabatan di BUMN Diminta Buat LHKPN
"Kami ingin mereka kurangi ketergantungan impor bahan baku obat. Karena, hampir 92 persen itu kita masih impor," kata Wahyu di kantor Kementerian BUMN, Kamis 24 Maret 2016.
 
Erick Thohir Klaim Temukan 53 Kasus Korupsi di BUMN
Wahyu mengatakan, penyebab masih tingginya impor adalah efek dari Industri kimia dasar di Indonesia yang belum berkembang pesat. Ia menambahkan, akan mendorong pengurangan impor itu dengan Langkah yang membuat industri Indonesia semakin produktif seperti pemberian insentif.
 
"Nyadar enggak, kalau kita minum parasetamol obat generik dan sebagainya, cara membuat obat bahan baku itu ada puluhan jenis. Itu kimia dasar. Itu yang kita belum bisa produksi," kata dia.
 
Salah satunya, jelas dia, adalah untuk pembuatan garam farmasi yang saat ini yang bersinergi dengan PT Garam. Ia mengatakan, pada 2017, diusahakan tidak akan ada impor untuk garam farmasi.
 
"Kebutuhan garam farmasi kita kira-kira 6.000 ton per tahun. Kita masih impor. Kimia Farma akan coba bikin. Kimia Farma yang 2.000 ribu ton ini akan selesai tahap pertama. Tahap pertama 2.000 ribu ton," kata dia. (asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya