Ditjen Pajak: Transaksi Kartu Kredit Bukan Rahasia Nasabah

Kartu kredit.
Sumber :
  • Istimewa

VIVA.co.id - Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Mekar Satria Utama, mengatakan seluruh instansi dan lembaga, atau pihak ketiga lainnya diminta menyerahkan data yang terkait dengan perpajakan kepada DJP. Hal ini, termasuk dengan transaksi kartu kredit.

Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39, yang merupakan amanat Pasal 35 A undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Peraturan ini mewajibkan para lembaga jasa keuangan penerbit kartu kredit, untuk melaporkan setiap data dan transaksi kartu kredit kepada DJP Kementerian Keuangan.

"Akhirnya, kita mendapatkan klarifikasi dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan) bahwa transaksi kartu kredit, bukan termasuk dalam kategori rahasia nasabah. Data yang dilindungi dengan undang-undang perbankan adalah data nasabah penyimpan. Sedangkan yang kita bicarakan di sini adalah data dari orang-orang yang memiliki pinjaman, kredit yang atas transaksinya akan kita minta untuk kita kumpulkan," kata Satria di kantor DJP, Jakarta, Selasa 5 April 2016.

Data-data tersebut, termasuk data dari kartu kredit, akan dikumpulkan dan dibandingkan dengan surat pemberitahuan tahunan (SPT) para wajib pajak. Data transaksi kartu kredit ini menurutnya hanya sebagai data pembanding untuk mempertajam profil wajib pajak yang DJP miliki.

"Ada yang mengatakan, nanti akan dikenakan lagi pajak dari kartu kredit. Itu salah. Kita tidak akan kenakan pajaknya lagi dari transaksi kartu kredit tersebut. Tapi data transaksi kartu kredit hanya akan kita gunakan sebagai data pembanding untuk mengetahui pola konsumsi dari wajib pajak kita yang akan kita bandingkan dengan laporan SPT," kata Satria.

Dalam pelaksanaannya, DJP akan mengeluarkan lebih dulu himbauan kepada wajib pajak. Sehingga, wajib pajak diberikan kesempatan untuk melakukan klarifikasi. Misalnya, kartu kredit digunakan untuk perjalanan dinas yang nantinya akan di-reimburse dari kantor. Menurutnya, hal ini tak masalah selama ada klarifikasi.

"Esensinya hanya satu, kita ingin mengumpulkan data sebanyak-banyaknya, supaya pada saat kita melakukan penghitungan wajib pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku," katanya.

Jika Menguntungkan, BNI Kaji Buka Cabang di Malaysia



Tak usah khawatir

Satria mengatakan, sistem pajak di Indonesia adalah self assessment. Sehingga, wajib pajak harus mendaftarkan diri, menghitung, membayar dan melaporkan pajaknya sendiri. Sehingga, seluruhnya bergantung pada wajib pajak bersangkutan.

"Harus ada data pembandingnya. Dan, data pembanding hanya satu yang kita gunakan. Bisa saja terjadi dari dua instansi ini datanya sama. Tapi tetap kita ambil, karena kita ingin bandingkan data mana yang paling valid pada penghitungan pajak orang, atau pribadi," katanya.

Menurutnya, masyarakat tak perlu khawatir dengan hal ini. Sebab, ketika wajib pajak sudah membayar pajak dengan sesuai, maka tidak akan ada masalah.

"Saat kita mengajukan kartu kredit, bank pasti sudah cek berapa pendapatan rata-rata yang kita miliki setahun. Sehingga, jumlah konsumsi kita pasti akan disesuaikan dengan jumlah penghasilan kita," kata Satria.

Ia melanjutkan, kalau ditemukan jumlah konsumsi wajib pajak lebih tinggi rata-rata per bulannya dari penghasilannya, akan muncul pertanyaan. Apakah ada penghasilan lain yang membuat wajib pajak bisa melakukan pengeluaran lebih tinggi, atau ada penghasilan yang belum dilaporkan. (asp)

Mengajukan Kredit Elektronik

Kiat Penting Sebelum Ajukan Kredit Elektronik

Pastikan pihak keluarga mengetahui hal ini.

img_title
VIVA.co.id
11 Agustus 2016