Warsito 'Curhat' Soal Kepastian Uji Klinis

Terapi pengobatan kanker ECCT Dr. Warsito
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id – Penemu Electro-Capacitive Cancer Therapy (ECCT) untuk terapi kanker, Warsito Purwo Taruno mengatakan, sampai saat ini ia belum menerima kepastian soal uji klinis alat yang ia ciptakan.

Padahal, sejak Januari 2016,  Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bersama dengan Kementerian Riset Teknologi Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) 'berjanji' untuk melakukan uji klinis.

"Uji klinis belum tentu dilakukan, tanpa batas waktu yang ditentukan. Yang sekarang dilakukan adalah uji sel," ujar Warsito kepada VIVA.co.id melalui pesan singkat, Rabu, 6 April 2016.

mengatakan, uji sel itu pun di bawah perintah Kemenristekdikti yang menunjuk sejumlah Perguruan Tinggi untuk bekerja sama dalam pengujian.

"Ya, itu sedang membuat proposal yang akan diajukan ke Kemenristekdikti. Tapi itu untuk uji sel bukan uji klinis," katanya menambahkan.

Ia menjelaskan, uji sel pada intinya adalah menguji terhadap sel kanker di laboratorium, lalu dipapari medan listrik, kemudian dipantau perkembangannya. Sementara uji klinis merupakan uji yang langsung dilakukan kepada manusia.

Warsito pun menegaskan, jika uji sel, mereka sudah melakukannya sejak 2010 lalu. Pengujian sel dilakukan di Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Airlangga (Unair).

"Sudah ada 5 uji yang selesai. Uji hewan juga sudah. Tapi itu yang dirasa belum cukup untuk masuk ke uji klinis,"' tutur pria asal Karanganyar, Jawa Tengah itu.

Zat Antikanker Ditemukan dalam Tanaman Kelelawar Hitam

Warsito menyebutkan spesifikasi alat yang ia buat termasuk risiko rendah atau kelas paling rendah. Yaitu kira-kira kelas satu atau dua. "Seharusnya untuk masuk uji klinis tak berbelit begitu, bahkan tak wajib uji klinis."

(mus)

Ilmuwan Temukan Terapi Hilangkan Kanker dalam Waktu 90 Hari
penyakit kanker

Tak Perlu Keluar Negeri, Indonesia Kini Punya Terapi Kanker Gunakan Teknologi Tenaga Nuklir

Kanker merupakan penyakit yang paling banyak menyebabkan kematian di seluruh dunia. Di 2018 kasus kan meningkat 28 persen di Indonesia. Pada 2021, lebih dari 2 juta kasus

img_title
VIVA.co.id
19 Oktober 2022