Respons KMP Rafelia II, Kemenhub Terbitkan 5 Aturan Baru

Tim SAR cari korban kapal KMP Rafelia II
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Budi Candra Setya

VIVA.co.id - Kementerian Perhubungan menerbitkan lima Peraturan Menteri Perhubungan, terkait dengan angkutan penyeberangan. 

Sebagian Pelabuhan di Indonesia Akan Diswastanisasi
Kelima Permen tersebut dikeluarkan menyusul peristiwa tenggelamnya kapal motor penumpang (KMP) Rafelia II pada Jumat lalu, 4 Maret 2016.
 
Terminal 3 Beres, Terminal 1 dan 2 Soeta Segera Direnovasi
Betapa tidak, peristiwa tenggelamnya kapal dengan rute penyeberangan Gilimanuk-Bali-Ketapang tersebut menelan korban jiwa hingga tujuh orang, termasuk nahkoda kapal. 82 penumpang berhasil dievakuasi dari kejadian nahas tersebut.
 
Menhub Klaim Terminal 3 Bisa Saingi Bandara Tercanggih
Demikian diutarakan Sekretaris Jenderal Kemenhub, Sugihardjo. Dia mengatakan, aturan yang selama ini ada tidak mengutamakan keselamatan penumpang, tetapi lebih fokus kepada kecepatan aspek operasional saja.
 
"Ongkos membuat lima peraturan ini sangat mahal. Sebab, itu harus, setelah ini kami tidak ingin ada korban, kami sangat prihatin. Karena sebelumnya, kami dihadapkan pada dua pilihan, yaitu aspek safety, dan aspek operasional, kami dulu masih mempertimbangkan operasional. Sekarang yang akan kami tingkatkan adalah aspek keselamatannya," kata Sugihardjo di kantor Kemenhub, Kamis 7 April 2016.
 
Sugihardjo yang sekaligus menjabat sebagai Plt Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub ini menjelaskan, aturan pertama, yakni Permenhub Nomor 25 tahun 2016 tentang Daftar Penumpang dan Kendaraan Angkutan Penyeberangan. 
 
Selama ini, kata dia, para pengusaha angkutan penyeberangan kerap tidak menghitung jumlah pasti daftar penumpang yang dibawa oleh kapal, khususnya penumpang yang masuk kapal dengan angkutan darat seperti bus dan mobil pribadi.
 
"Untuk pihak penyelenggara pelabuhan, tentu ini kapasitas dari Gapasdap (Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan) harus memperhatikan jumlah penumpang, demikian pula dari sisi Organda (Organisasi Gabungan Angkutan Darat) harus membantu manifesnya, seperti untuk nama dan jumlah penumpang. Itu merupakan kewajiban pengemudi menyerahkan kepada nahkoda atau ABK (anak buah kapal)," kata dia.
 
Dia menjelaskan, operasi yang kacau tersebut, berimbas ke sulitnya mengidentifikasi jumlah penumpang yang dibawa oleh kapal. Karena itu, dia akan menegaskan aturan tersebut agar diterapkan oleh semua angkutan penyeberangan.
 
Menurutnya, ada sanksi tegas bagi pengusaha angkutan yang tidak mengindahkan. Sanksi tersebut adalah berupa pembekuan izin operasi selama 30 hari lalu, setelah itu dijalani boleh operasi kembali. Namun, jika masih ditemukan lagi pelanggaran, langsung izin operasinya dicabut.
 
"Kalau suatu peraturan tidak ada sanksinya, itu hanya macan ompong. Kami mau berubah, kalau ada kelalaian, tanggung jawab manifes, baik kendaraan dan orang itu tanggung jawab dari operator kapal, atau manifesnya ini tanggung jawab nahkoda," kata dia.
 
Adapun, empat aturan lainnya, yakni Permenhub Nomor 27 tahun 2016 tentang Pengaturan dan Pengendalian Kendaran yang akan Menggunakan Jasa Angkutan Penyeberangan, Permenhub Nomor 28 tahun 2016 tentang Kewajiban Penumpang Angkutan Penyeberangan yang Memiliki Tiket.
 
Selain itu, Permenhub Nomor 29 tahun 2016 tentang Sterilisasi Pelabuhan Penyeberangan, dan Permenhub Nomor 30 tahun 2016 tentang Kewajiban Pengikatan Kendaraan pada Kapal Angkutan Penyeberangan. 
 
"Jadi, aspek keselamatan itu juga merupakan kewajiban pemerintah, harga mati. Anggaran keselamatan sekarang itu sudah kami tingkatkan yang mencapai 20 persen dari 10 persen. Aspek keselamatan ini tidak boleh ditawar," tegasnya. (asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya