Jokowi Minta Kemudahan Berusaha Naik, Ini Langkah BKPM

Kepala BKPM, Franky Sibarani
Sumber :
  • VIVA.co.id/Arie Dwi Budiawati

VIVA.co.id - Presiden Joko Widodo meminta posisi kemudahan berusaha, atau ease of doing business (EODB) Indonesia yang masih berada di peringkat 109, naik ke peringkat 120.

Sofjan Wanandi: Demo Tak Pengaruh Iklim Investasi
Jokowi menjelaskan, Indonesia tertinggal dari Singapura, yang berada di posisi pertama dari sebelumnya 120. Untuk negara ASEAN, Jokowi menyebutkan Singapura ada di posisi pertama, Malaysia di posisi 18, Thailand posisi 49, sedangkan Vietnam di posisi 90. 
 
Singapura Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2016
Dia menargetkan, tahun depan posisi EODB Indonesia bisa meningkat ke posisi 40. Untuk itu, ia meminta dukungan dari daerah, baik kota maupun provinsi, agar target tersebut bisa tercapai.
 
BKPM Gandeng Bank Mandiri untuk Tampung Dana Investor
Menanggapi hal tersebut, Kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani mengatakan, kemudahan berusaha di Tanah Air kemarin, dievaluasi dalam rapat kabinet.
 
"Evaluasinya sudah banyak kemajuan, kami kemarin hitung dengan kalkulator easy doing business, kita ada di angka sekitar 53. Tetapi, masih banyak pekerjaan yang mesti dikerjakan, kami mengejar target Presiden Jokowi di angka 40," kata Franky, usai rapat kerja pemerintah di Istana Negara, Jumat 8 April 2016.
 
Dia memaparkan, pihaknya akan melakukan beberapa hal. Pertama, deregulasi dan sosialisasinya ke publik. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah briefing pelaksanaan di lapangan.
 
"Yang terakhir, monitoring. Untuk menghasilkan deregulasi baru dalam easy doing business, maka kami harus monitoring terus, supaya keputusan-keputusan yang diambil betul-betul terimplementasi," ungkapnya.
 
Dia mencontohkan, salah satu yang sudah dikeluarkan, yakni sistem pajak online pada 2015, tetapi tidak berjalan. 
 
"PR besarnya bagaimana sosialisasinya, kemudian dipastikan bisa berjalan," katanya.
 
Dia menambahkan, terkait target Presiden Jokowi tersebut, pihaknya optimistis tidak perlu dibuat dalam paket kebijakan ekonomi, hanya melalui peraturan terkait. (asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya