M Taufik Bantah Ada Aliran Uang dari Pengembang ke DPRD

Wakil Ketua DPRD DKI, M Taufik.
Sumber :
  • Fajar GM - VIVA.co.id

VIVA.co.id –  Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, M. Taufik membantah mengenai adanya dugaan aliran uang dari pengembang kepada pihak legislatif terkait pembahasan Raperda mengenai Reklamasi di Teluk Jakarta.

Dilelang Rp1,1 Miliar, Jaguar XJL Koruptor Jakarta Tak Laku

Dugaan suap itu mencuat usai KPK melakukan tangkap tangan terhadap Ketua Komisi D DPRD, Mohamad Sanusi karena diduga telah menerima uang dari Presiden Direktur Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja.

Hal tersebut diungkapkan oleh Taufik usai menjalani pemeriksaan penyidik KPK, Kamis, 28 April 2016. "Enggak, ini you kata siapa," ujar Taufik yang justru berbalik bertanya.

Mohammad Sanusi Dituntut 10 Tahun Penjara

Saat disinggung mengenai kemungkinan dia turut menjadi tersangka, Taufik enggan menanggapi pertanyaannya. "Anda hebat betul," ujar kakak Mohamad Sanusi ini.

Pembahasan Raperda mengenai reklamasi diketahui memang berlangsung alot antara DPRD dan Pemprov. Taufik menyebut bahwa yang menjadi penghambat adalah karena pihak Pemprov memasukan perihal izin reklamasi dalam Raperda. Hal tersebut tidak disetujui oleh pihak DPRD.

Rekanan Proyek Transfer Uang Miliaran untuk Sanusi

"Jadi soal perizinan, karena Perda ini Perda Tata Ruang, sementara eksekutif mau masukin Perda Pasal izin pelaksanaan reklamasi dan itu yang kita tolak. Ini kan Perda Tata Ruang, bukan Perizinan," ujar dia.

Pada kasus ini, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (PT APL), Ariesman Widjaja beserta karyawannya, Triananda Prihantoro terungkap tengah mencoba menyuap Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi hingga miliaran Rupiah.

Suap diduga diberikan terkait pembahasan Raperda tentang Zonasi wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.

Dua Raperda tersebut diketahui memuat aturan-aturan terkait proyek reklamasi dan menuai polemik dalam pembahasannya hingga berkali tertunda. Disinyalir pembahasannya mandeg lantaran terkait dengan aturan soal nilai tambahan kontribusi yang harus diberikan pengembang ke pemerintah sebesar 15 persen.

Diduga hal tersebut yang menjadi alasan penyuapan dari bos Agung Podomoro kepada pihak DPRD DKl Jakarta. Namun diduga terdapat pihak lain juga yang memberikan suap pada anggota Dewan.

Saat ini, penyidik baru menetapkan 3 orang tersangka, yakni Ariesman, Triananda serta Sanusi. Namun KPK masih menelusuri mengenai adanya keterlibatan pihak-pihak lain.

Sebagai pihak penerima suap, Sanusi disangka telah melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sementara diduga sebagai pihak pemberi, Arieswan dan Triananda diduga telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya