Batik dari Tanaman Mangrove Ini Harganya Rp5 Juta

Batik dari tanaman mangrove
Sumber :
  • VIVA.co.id/Januar Adi Sagita

VIVA.co.id – Sekilas batik yang dipajang oleh Lulut Sri Yuliani di salah satu stand pameran Pusat Pelatihan Kewirausahaan Sampoerna, Senin 3 Oktober 2016 layaknya batik pada umumnya. Kain itu terasa halus, dengan warna kain yang cukup mengkilap.

Indonesia Penghasil Emisi Karbon Terbesar di Dunia, Tanam Lebih Banyak Mangrove Bisa Jadi Solusinya

Namun, yang membedakannya adalah bahan pembuat kain batik itu. Lulut mengatakan, kain batik itu terbuat dari tanaman mangrove. Lulut mengungkapkan, ide untuk membuat batik dari mangrove mulai tercetus sejak 10 tahun lalu.

Tahun 2007 terjadi pembalakan liar hutan mangrove di Surabaya. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hal itu, Lulut melakukan penanaman mangrove di kawasan pantai Surabaya.

Kunjungi Wisata Mangrove di Jambi, Menteri Sandiaga Uno: Pertahankan Ekosistem

“Nah, untuk memotivasi itu, tanaman mangrove itu juga kita manfaatkan untuk sejumlah kerajinan, salah satunya adalah batik mangrove ini,” kata Lulut.

Hasilnya pun memuaskan. Batik itu pun mendapatkan tempat di masyarakat, dan hati pecinta batik. Terbukti, saat ini batik tersebut sudah dikirimkan ke berbagai daerah yang ada di Indonesia, dan luar negeri.

Bantu Lestarikan Ekosistem, JFX dan AGP Tanam Mangrove dan Lepas Satwa di Pulau Sebaru

“Bahkan, harganya juga bisa mencapai Rp5 juta setiap lembarnya,” ujar Lulut menambahkan

Bahkan, saat ini omset dari penjualan batik itu juga terbilang cukup menggiurkan. Sebab, setiap bulannya Lulut bisa mendapatkan omset sebesar Rp100 juta.

“Mengenai keuntungan belum tentu, itu tergantung hati. Karena kita juga harus membagi keuntungan itu untuk konservasi mangrove lagi, serta pemberdayaan masyarakat juga,” kata Lulut.

Selain itu, berkat pengolahan mangrove menjadi batik itulah, saat ini Lulut juga sudah banyak diundang di berbagai negara. Tujuannya, ia diminta untuk menyampaikan teknik pengolahan mangrove yang ramah lingkungan.

“Bahkan, kita juga sudah kerjasama dengan 14 kementerian dari berbagai negara untuk pengolahan mangrove, dan tidak hanya batik saja, melainkan berbagai pengolahan lainnya. Seperti pewarna, makanan, minuman, serta kerajinan tangan,” ujar Lulut.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya