Perusahaan Nasional di Luar Negeri Juga Wajib Lapor Pajak

Wajib Pajak
Sumber :
  • VIVAnews/Adri Irianto

VIVA.co.id – Perusahaan nasional yang menjadi bagian dari sebuah grup usaha di luar negeri mulai sekarang diwajibkan untuk melaporkan setiap penghasilan, pajak yang dibayarkan, hingga aktivitas usaha per negara kepada Direktorat Jenderal Pajak.

Ingatkan Masyarakat Bayar Pajak, DJP: Tolong Jangan Jadi Free Rider

Aturan ini telah dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Jenis Dokumen atau Informasi Tambahan yang Wajib Disimpan oleh Wajib Pajak yang Melakukan Transaksi Dengan Para Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa dan Tata Cara Pengelolaannya.

Aturan ini efektif berlaku mulai 30 Desember 2016 lalu, dan telah ditandatangani oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Ancaman Sri Mulyani Bagi Wajib Pajak yang Tak Membayar Kewajiban

“Ini wajib disiapkan, dan diserahkan sewaktu-waktu kalau diperlukan oleh DJP,” ujar Direktur Perpajakan Internasional DJP, John Hutagaol, di Jakarta 9 Januari 2017.

Tak hanya itu, anggota perusahaan dalam grup yang sama, juga diwajibkan melaporkan hal serupa yang mencakup yuridiksi, peredaran bruto, laba atau rugi sebelum pajak, pajak penghasilan yang telah terpotong/dipungut/dibayar sendiri, hingga PPh terutang.

Sudah 7.141 WP Ikut Tax Amnesty Jilid II, Laporkan Harta Rp5,4 T

Adapun penyampaian laporan per negara ini wajib dilakukan bagi perusahaan atau WP dalam negeri yang berkedudukan sebagai anggota grup usaha, dan entitas dari grup usaha yang merupakan subjek pajak luar negeri.

“Di Indonesia banyak perusahaan mutlinasional. Mereka harus transparan dan terbuka, bahwa transaksi grup di antara mereka benar-benar mencerminkan nilai yang wajar. Itu tujuannya,” kata John.

Ia menjelaskan, kewajiban pelaporan tersebut berlaku bagi entitas induk dari suatu grup usaha dengan peredaran bruto konsolidasi pada tahun pajak paling sedikit Rp11 triliun. Selain itu, mereka diwajibkan menyiapkan dua dokumen penentuan harga transfer lainnya.

Besaran peredaran bruto tersebut, telah mempertimbangkan rekomendasi dari base erosion and profit shifting. “Jadi ketika dilakukan pemeriksaan, WP bisa membuktikan atau menjelaskan ke Ditjen Pajak bahwa transaksi hubungan istimewa ini masih dalam batas kewajaran,” ujarnya.

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya