Pelimpahan Status Hub Internasional Ini Dinilai Tak Tepat

Aktivitas bongkar muat petikemas
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dwi Royanto

VIVA.co.id – Kebijakan Kementerian Perhubungan melimpahkan status pelabuhan hub internasional peti kemas di Wilayah Barat Indonesia dari Kuala Tanjung, Sumatera Utara, kepada Pelabuhan Tanjung Priok dinilai tidak tepat.

Jokowi Pantau Ekspor Mobil di Pelabuhan Patimban Hari Ini

“Kebijakan tersebut, tidak sesuai dengan konsep tol laut dan nawacita yang dicanangkan Presiden RI Joko Widodo," kata Ketua Umum Dewan Pengguna Jasa Pelabuhan Indonesia (Depalindo) Sumut, Hendrik H. Sitompul, seperti dikutip dari keterangannya, Rabu, 25 Januari 2017.

Menurut Hendrik, alasan naiknya biaya karena penggunaan transportasi darat juga tidak tepat. Sebab, transportasi ke Kuala Tanjung adalah dengan kapal laut yang akan mendorong terjadinya ‘short sea shipping’.

Cara Kemenhub Tingkatkan Kualitas SDM Inaportnet di Pelabuhan

“Seperti dalam konsep tol laut, sistem logistik laut dan darat harus terintegrasi dengan cara menggabungkan rute berlayar kapal dengan jaringan rel kereta api. Jadi, kalau alasan naiknya biaya adalah tidak tepat," ujar Hendrik.

Peralihan status pelabuhan pengumpul, atau hub internasional itu melalui Keputusan Menteri Perhubungan No.901/2016 tentang Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN) Tahun 2016.

TUKS Bukit Asam di Pelabuhan Tarahan Resmi Terapkan Inaportnet

Dalam beleid tersebut, Pelabuhan Kuala Tanjung yang semula ditetapkan sebagai pelabuhan hub internasional, kini hanya ditempatkan sebagai pelabuhan internasional saja.

Beleid yang diteken Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi itu menyebutkan, wacana Pelabuhan Kuala Tanjung sebagai pelabuhan hub internasional peti kemas tidak tepat. Penyebabnya, penerapan kebijakan semua arus peti kemas ekspor dan impor melalui pelabuhan di Sumatera itu akan menyebabkan biaya total transportasi meningkat 1,31 persen.

Hal itu akibat arus lalu lintas truk yang lebih tinggi, yang mengakses Pelabuhan Kuala Tanjung dari Jawa dan Sumatera.

Lebih jauh, Hendrik berpendapat, Permenhub tentang RIPN yang baru diterbitkan itu juga bertentangan dengan Perpres No 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional (Silognas).

"Didalam Silognas yang menjadi acuan para menteri juga dijelaskan bahwa percepatan pembangunan infrastruktur seperti pelabuhan Kuala Tanjung, adalah sebagai salah satu prasarana dalam membangun daya saing nasional, khususnya perekonomian di Sumut," kata pria yang juga anggota DPRD Medan dari Fraksi Partai Demokrat.

Ia juga menyinggung soal Pelabuhan Tanjung Priok. Menurutnya, yang secara aktual nanti juga akan susah diwujudkan.

"Karena, Tanjung Priok itu di luar jalur utama pelayaran dunia. Deviasi ke Tanjung Priok dari jalur utama memakan waktu 30 jam," jelas dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya