Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara Sofian Effendi

Jual Beli Jabatan PNS Triliunan Rupiah

Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Sofian Effendi
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id – Rencana Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang ingin merevisi Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menimbulkan polemik. Revisi yang menjadi inisiatif DPR ini dipicu tuntutan pegawai honorer yang meminta diangkat menjadi PNS.

Menpan-RB Sebut Calon Kepala Daerah Tak Bisa Jual Janji Angkat ASN

Tapi, bukan hanya itu yang membuat rencana revisi yang ingin digulirkan DPR ini menjadi krusial. Sebab, semangat revisi UU ASN justru melemahkan fungsi Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).

Bahkan, dalam draf usulan DPR, muncul usulan pembubaran KASN, dan mengembalikan fungsi pengawasan yang dimiliki KASN ke Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi (PAN-RB). DPR menilai keberadaan KASN tidak efektif.

Ombudsman Usul Seleksi CASN Ditunda, KASN Klaim Sistem Rekrutmen Sudah Transparan

Masalahnya, jika KASN dibubarkan, membuka peluang sistem seleksi jabatan akan dihapuskan. Padahal, melalui sistem seleksi jabatan ini lah, pejabat-pejabat di kementerian akan diisi oleh orang-orang yang kompeten, melalui proses yang terbuka dan akuntabel.

Kekhawatiran lain yang muncul bila KASN ini dibubarkan adalah memicu terjadinya praktik jual beli jabatan di instansi pusat dan daerah. Pintu masuk pengawasan masyarakat sipil terhadap kinerja aparatur sipil negara pun semakin sulit.

Kemenpan-RB Tolak Usul Seleksi CASN 2024 Ditunda, Ombudsman Bilang Begini

Seperti apa tarik ulur revisi UU ASN? Apa motif dari revisi UU ASN? Dan apa saja dampak yang akan terjadi bila UU ASN itu benar-benar akan direvisi?

Untuk mengetahui sejauh mana rencana dan motif dari pembubaran KASN, VIVA.co.id pada 11 April 2017 berkesempatan mewawancarai Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Prof. Dr. Sofian Effendi di ruang kerjanya.

Berikut petikan VIVA.co.id dengan pria yang juga Guru Besar Ilmu Administasi Negara Universitas Gadjah Mada ini:

Sejauh ini bagaimana progres pembahasan revisi Undang Undang ASN di DPR RI?

Itu yang ditunjuk untuk mewakili pemerintah di DPR kan menPAN RB, menteri keuangan, dan menteri hukum dan HAM, kalau saya sendiri belum tahu sudah sampai tahap mana ya. Tapi, yang perlu saya sampaikan di sini, Presiden itu kan sudah menulis surat kepada DPR RI dan menyatakan bahwa yang mewakili Presiden untuk membahas undang-undang itu tiga menteri itu tadi, karena mereka yang punya kewenangan untuk mewakili Presiden.

Tapi intinya, pemerintah tidak menerima usulan revisi dari DPR itu, karena merasa urgensinya tidak ada, undang-undang baru berjalan dua tahun, terus peraturan pelaksanaannya baru jadi, satu yang sudah keluar yaitu, PP tentang Manajemen PNS.

Nanti akan disusul dengan PP tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dan Perjanjian Kerja (PPPK) yang kedua nanti, jadi baru itu kok. Jadi kalau mau direvisi, ya terlalu terburu-buru.

Padahal UU ini kan sebenarnya juga salah satu bagian dari Nawacita Pemerintah Jokowi-JK. Di situ itu dikatakan bahwa pemerintah akan melaksanakan UU ASN itu dengan konsisten, jadi sebenarnya revisi ini agak bertentangan dengan Nawacita yang menjadi programnya Jokowi-JK.

Sepengetahuan Anda, sebenarnya apa latar belakang revisi UU ASN itu?

Itu sebenarnya hanya satu tujuan DPR, adalah untuk mengakomodasi tuntutan-tuntutan pegawai honorer untuk diangkat sebagai pegawai PNS. Jadi dulu itu ada 1,4 juta pegawai honorer yang status kepegawaiannya belum jelas.

Kemudian pada tahun 2004-2005 itu diangkat kira-kira 1,1 juta pegawai honorer. Jadi waktu itu masih tersisa sekitar 250an ribu pegawai honorer, dan sekarang berkembang lagi menjadi sekitar 436 ribu yang menuntut untuk diangkat menjadi PNS. Nah, itu untuk mengakomodasi 436 ribuan pegawai honorer itu, maka diusulkanlah revisi UU ASN ini.

Kan gini, di dalam UU ASN ini ada dua jenis kepegawaian, satu itu Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan satu lagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Ini sebenarnya untuk menarik para profesional masuk ke dalam pemerintahan dalam rangka mereformasi aparatur sipil pegawai pemerintahan negara kita.

Itu landasan untuk PPPK?

Iya, begitu landasan pikirnya dibentuknya PPPK, jadi ingin menarik para profesional di luar PNS untuk masuk ke dalam. Nah, ini yang oleh sebagian anggota DPR itu dijadikan pintu masuk untuk menarik pegawai honorer itu tadi ke PNS. Padahal PPPK ini memang dibuat untuk para profesional, misalnya, salah satu titik lemah di pemerintahan ini kan di bagian humas atau public relation. Maksud kita ini, kawan-kawan yang bergerak di media ini, yang punya pengalaman di situ masuk ke dalam pemerintahan untuk pegang public relation. Kan pasti mereka lebih baik atau lebih bisa untuk berkomunikasi dengan para wartawan atau para media kan.

Begitu juga di bidang pendidikan, kita ini mengalami defisit guru besar. Karena guru besar ini pengangkatannya itu tidak secepat pertambahan mahasiswa, sehingga semakin lama rasio guru besar kita dengan mahasiswa itu semakin jelek. Akhirnya peringkat dari perguruan tinggi kita melorot terus, padahal sekarang ini sudah banyak yang disebut diaspora itu. 

Guru-guru besar Indonesia itu yang bekerja atau mengajar di mana-mana, di seluruh dunia, mereka mungkin kalau diberikan kesempatan dan diberikan fasilitas yang memadai, mereka mau pulang. Paling tidak kalau tidak selamanya, mereka mengabdi sementara lah untuk pendidikan di Indonesia. Jadi itu sebenarnya maksud dari PPPK itu.

Kalau UU ASN tidak direvisi, lalu bagaimana cara pemerintah untuk mengakomodasi pegawai honorer yang saat ini mencapai 400 ribuan itu?

Sebenarnya tuntutan itu sudah diakomodasi oleh pemerintah. Misalnya pemerintah sudah memberikan formasi untuk mengangkat 39 ribu bidan dan dokter dan dokter spesialis untuk disebar di seluruh indonesia. Kemudian memberikan formasi untuk mengangkat penyuluh pertanian, karena kita ini untuk mengangkat bidang pertanian kedodoran terus kan. Kemudian mengangkat guru-guru untuk daerah-daerah terpencil, jadi sebenarnya pemerintah sudah mencoba mengakomodasi itu juga.

Hanya saja memang kuotanya tidak sampai 400 ribuan itu tadi, karena memang tidak mungkin pemerintah mengangkat 400 ribu sekaligus kan dalam kondisi keuangan seperti sekarang, dan apakah perlu pemerintah mengangkat sebanyak itu. Jadi ini kan memang perlu dikaji terlebih dahulu, tenaga apa yang memang betul-betul dibutuhkan di dalam birokrasi kita, berdasarkan pengkajian itulah baru dilakukan pengangkatan.

Selanjutnya, Poin-poin Revisi UU ASN

Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja

Pelanggaran ASN dalam Pilkada Paling Banyak di Media Sosial, Menurut Ketua Bawaslu

Ketua Bawaslu mengingatkan ASN untuk berhati-hati dalam memanfaatkan media sosial dengan tidak menunjukkan keberpihakan pada pasangan calon tertentu pada pilkada.

img_title
VIVA.co.id
15 Mei 2024