Aturan Ini Dicabut, Ketua DPR Khawatir Banyak Pekerja Asing

Ketua DPR Bambang Soesatyo
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Ketua DPR Bambang Soesatyo mengingatkan pemerintah, akan bahaya banjirnya tenaga kerja asing di dalam negeri. Terutama, di sektor minyak dan gas, atau migas. 

Aparat Gabungan Bersiaga di KPU dan DPR Jelang Penetapan Hasil Pemilu

Kekhawatiran itu muncul, setelah pemerintah mencabut Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 31 Tahun 2013 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing dan Pengembangan Tenaga Kerja Indonesia pada Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi.

Sebelumnya, ada 32 Peraturan Menteri ESDM yang dicabut pada awal Februari lalu. Salah satunya adalah Permen ESDM Nomor 31 Tahun 2013. 

1.489 Personel Gabungan Kawal Demo Depan Gedung DPR, Pengalihan Arus Situasional

“Meminta pemerintah untuk tetap memprioritaskan tenaga kerja lokal di sektor migas, agar keahlian tenaga kerja lokal menjadi lebih baik dalam mengelola sumber daya alam Indonesia,” ujar Bambang, dikutip dari keterangan resminya, Selasa 6 Maret 2018.

Dia juga meminta, Komisi VII DPR yang membidangi pertambangan dan energi agar mendorong Kementerian ESDM untuk mengkaji ulang pencabutan Permen ESDM itu. 

Ada Demo di Depan DPR, Arus Lalu Lintas dari Semanggi ke Slipi Dialihkan

Ada kekhawatiran bahwa liberalisasi di sektor migas tidak sesuai dengan UUD 1945 Pasal 33 ayat (3). Yang mengamanatkan segala kekayaan alam Indonesia harus dikuasai oleh negara untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Lebih lanjut, menurut Bambang, Kementerian Ketenagakerjaan juga harus menerapkan seleksi ketat terhadap calon TKA yang akan bekerja di sektor migas. Yang tak kalah penting, adalah transfer ilmu bagi tenaga kerja lokal.

Karena itu, DPR meminta Kemenaker menyiapkan kemampuan tenaga kerja lokal dalam sektor migas dengan mengintensifkan kegiatan pendidikan dan pelatihan. 

"Agar, transfer ilmu yang direncanakan pemerintah dapat tercapai dengan optimal, mengingat tingkat pengangguran di Indonesia masih tinggi,” katanya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya