Bos BEI Sebut IHSG Merosot Akibat Anjloknya Sektor Tambang

Ilustrasi pertambangan.
Sumber :
  • MARKO DJURICA/REUTERS

VIVA – Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio mengungkapkan, kebijakan pemerintah yang akan mengatur pasokan batu bara di pasar domestik atau Domestic Market Obligation (DMO) memberikan  sentimen negatif bagi perusahaan-perusahaan tambang yang tercatat di pasar modal Indonesia

Unilever Indonesia Raup Laba Bersih Rp 4,8 Triliun pada 2023, Anjlok 10,5 Persen

Akibat hal itu, saham sektor tambang tersebut menekan laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga merosot 2,03 persen atau 131 poin ke level 6.368,27 pada penutupan hari ini.

"Secara tidak langsung image-nya menjadi seperti intervensi kepada pasar. Yang saya belum baca ini semua bisa tentukan atau hanya suplai pemerintah kepada PLN saja, saya terus terang belum tahu. Tapi apa pun itu, menurut saya itu suatu intonansi jelas, yang langsung tuh 3 persen lebih dampaknya," ujar Tito di Gedung Bursa Efek Indonesia, Rabu, 7 Maret 2018.

BEI Setujui Bentoel Hengkang dari Pasar Modal Indonesia

Selain itu Tito mengungkapkan, pada perdagangan hari ini saham-saham sektor pertambangan turun hingga 3,48 persen. Penurunan ini jelas berimbas pada sektor lainnya.

Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio (Kiri)

Buka Perdagangan BEI, Ma'ruf Amin: Ekonomi 2024 Masih Menunjukkan Tanda-tanda Optimisme

Direktur Utama BEI Tito Sulistio (Kiri)

“Penurunan di sektor mining ini juga berimbas pada pertanian, perkebunan, dan lain-lain. Satu negatif, yang lain ikut,” paparnya.

Berdasarkan laporan keuangan yang dirilis 70 perusahaan, baik pendapatan maupun laba bersih, emiten-emiten tambang rata-rata mengalami peningkatan pendapatan 25 persen serta laba bersih 24,7 persen. Namun, sentimen positif itu pun belum mampu membendung penurunan saham sektor tersebut. 

"Jika ada intervensi pemerintah kepada pasar, itu menjadi negative issue," ujarnya menambahkan.

Lebih lanjut Tito juga mengatakan, IHSG terkoreksi dalam akibat dari pengaruh pandangan negatif investor stabilitas nilai rupiah dan kebijakan pajak yang baru diterapkan pemerintah. 

"Mereka mencari uncertainty dari pada equilibrium baru rupiah di berapa sih. Juga karena mulai orang tarik dana karena untuk bayar pajak, untuk pilkada, sudah mulai nih," paparnya.

Terlepas dari beberapa faktor tersebut Tito meyakini, penurunan nilai saham ini hanya terjadi sesaat. Selama produk dan arah bisnis dari perusahaan tambang masih bagus. 

“Jumlah net income masih tumbuh 20 persen, produk kita masih bagus,” ungkapnya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya