- ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
VIVA – Direktur Departemen Statistik BI, Tutuk SH Cahyono mengatakan, utang luar negeri atau ULN Indonesia yang mencapai US$357,5 miliar atau setara dengan Rp4.647 triliun (kurs Rp13.000 per dolar AS) terbilang masih aman. Indikasinya, dibandingkan dengan negara-negara yang memilki kapabilitas ekonomi setara dengan Indonesia atau negara-negara peers.
Tutuk menjelaskan, hal itu dapat dilihat berdasarkan empat indikator, yaitu indikator external debt to GDB, external debt to current account receipt, short term debt to total external, serta reserve asset to total external debt.
Berdasarkan indikator pertama, kata Tutuk, ULN Indonesia terhadap PDB hanya mencapai 34,7 persen. Ini jika dibandingkan dengan negara-negara peers lainnya terhitung masih dalam zona aman, di mana Malaysia mencapai 68 persen, Turki 54,2 persen, serta Thailand yang memang sedikit lebih rendah sebesar 33,9 persen.
Selanjutnya, berdasarkan Indikator kedua, external debt to current account receipt Indonesia sebesar 167,7 persen, masih lebih kecil dibandingkan dengan Brazil yang mencapai 261,5 persen dan Turki 207,9 persen.
"Jadi ULN memang naik, tapi penerimaan kita juga meningkat. Sehingga peningkatan di transaksi berjalan lebih besar dibanding kenaikan ULN. Ini mencerminkan adanya peningkatan kemampuan penghasilan valas dalam menanggung kewajiban ULN," ujar Tutuk di Gedung BI, 15 Maret 2018.
Kemudian untuk Indikator yang ketiga, kata Tutuk, short term debt to total external juga terhitung rendah di mana hanya mencapai 13,8 persen, sedangkan Malaysia mencapai 43,4 persen dan Thailand 40,9 persen.
Sedangkan untuk Indikator ke empat, reserve asset to total external debt Indonesia hanya mencapai 37 persen sedangkan Thailand mencapai 125,1 persen, Filipina 111,9 persen, dan Malaysia sebesar 48,9 persen.
"BI punya asas kehati-hatian yang beberapa aturan harus dipenuhi dan sebagian besar udah dipatuhi. Ketentuan ini jadi bagian dalam monitoring khusus, sehingga utang kita masih aman," ujarnya.