Cerita Kepala Bappenas soal Jeruk Inggris Tak Berbiji

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Bambang Brodjonegoro.
Sumber :
  • ANTARA/Sigid Kurniawan

VIVA – Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menekankan pentingnya nilai tambah sebagai faktor utama pendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Bappenas Bantah Rumor Peleburan KPK dengan Ombudsman

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stagnan di angka lima persen salah satunya disebabkan oleh kurangnya nilai tambah yang dihasilkan pada produk-produk dalam negeri.

"Orang mengeluh sekarang kenapa pertumbuhan kita kok susah di atas lima persen. Nah salah satunya itu adalah kurangnya nilai tambah perekonomian kita. Karena kita masih keasyikan kepada raw material, kepada sumber daya alam," kata Bambang di kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Rabu, 21 Maret 2018.

Kebutuhan Green Job 2030 Diproyeksikan Capai 4,4 Juta, Prakerja Siapkan Pelatihan Green Skills

Ia mencontohkan, untuk sektor pertanian saja, Indonesia masih kalah dalam penciptaan nilai tambah. Bambang bercerita saat dia berkunjung ke Inggris belum lama ini menyicipi produk pertanian Inggris yakni Jeruk yang kualitasnya sangat baik.

"Kemarin saya baru pulang dari Inggris. Saya makan jeruk, itu di kamar hotel bukan spesial beli di tempat tertentu, adanya di kamar hotel. saya makan jeruk, bagi saya jeruknya enak. Satu karena rasa, kedua karena saya adalah orang yang enggak suka makan ribet alias yang ada bijinya," kata dia.  

Bappenas Bocorkan Asumsi Makro APBN 2025, Pertumbuhan Ekonomi Dipatok 5,6 Persen

Ilustrasi buah jeruk.

Ilustrasi buah jeruk Inggris.

Bambang bercerita dari seluruh jeruk yang dimakannya itu tidak ada satu pun yang memiliki biji. Hal itu berbeda seketika ia pulang ke Indonesia.

"Jeruk yang saya makan itu dari semuanya itu tidak ada satu pun bijinya. Beda ketika Kemarin rapat di menko perekonomian, biasalah di rapat ada snack, dikasih jeruk juga, karena mulut saya masih rasa makan jeruk. Saya kupas kulitnya, aduh itu artinya saya makan dengan sedikit perjuangan, karena bijinya banyak benar," ujar dia.

Hal itu, menurut Bambang menunjukkan bagaimana Indonesia belum sampai pada tahap menghasilkan produk yang diinginkan oleh konsumen.  

"Jadi kita lebih menganggap, dan memikirkan apa yang dimau suplier, dari pada yang diinginkan oleh pembeli. Karena apa? Karena malas menciptakan nilai tambah, karena malas untuk memberikan sentuhan teknologi, karena itu lah," ujar dia.

Menurut dia, kurangnya sentuhan teknologi dan inovasi untuk menciptakan nilai tambah juga terjadi di perekonomian RI. Misalnya saja untuk produk tambang.

"Jadi kalau punya tambang, Maunya masih ekspor hasil tambangnya bukan produk yang dihasilkan setelah mengolah yang nilai tambahnya pasti jauh lebih besar," kata dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya