Ancaman Siklus Krisis Ekonomi 10 Tahunan Bisa Ganggu RI

krisis ekonomi Yunani
Sumber :
  • REUTERS/John Kolesidis

VIVA – Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance atau Indef, Enny Sri Hartati mengatakan, Indonesia untuk saat ini cenderung lebih siap menghadapi krisis ekonomi, terutama yang disebabkan oleh krisis ekonomi global, atau yang dikenal dengan siklus 10 tahunan krisis ekonomi.

Ini 5 Tips Atur Keuangan Keluarga untuk Hadapi Krisis Ekonomi

Siklus krisis ini, kata Enny, utamanya disebabkan oleh gejolak sektor moneter, di mana pertama kali terdampak ke Indonesia pada 1998, akibat dipicu krisis moneter Thailand, yang mengalami kejatuhan nilai mata uang baht terhadap dolar. Kemudian, krisis muncul kembali pada 2008, yang dipicu oleh gejolak pasar saham di AS.

Meski begitu, kata Enny, krisis global pada 2008, tidak terlalu berdampak ke Indonesia, karena fundamental ekonomi Indonesia telah kuat, sehingga dampaknya tidak terlalu dalam. Hal inilah yang juga mendasari Indonesia lebih siap menghadapi krisis moneter, jika terjadi lagi pada 2018.

Menlu China: Serangan COVID-19 Bikin Ekonomi Global Terperosok

"Tapi 2008, sektor keuangan kita sehat, jadi krisis moneter kita enggak kena terlalu dalam. 2018 indikator-indikator dari sektor keuangan juga relatif sehat terutama dari sektor perbankan, overall tingkat kesehatan sektor perbankan karena Indonesia paling besar ada di perbankan. Apakah potensi krisis ada, kita hampir yakin relatif tidak mengkhawatirkan," jelas Enny di kantor Indef, 21 Maret 2018.

Ilustrasi krisis ekonomi

Sri Mulyani Ungkap Dilema Ambil Kebijakan di Masa Krisis

Walaupun demikian, Enny mengingatkan, potensi krisis ekonomi yang dipicu dari sektor fiskal sebagaimana yang melanda Yunani, Portugal, Italia, Irlandia, dan Spanyol pada 2011, masih mungkin terjadi di Indonesia.

Mengingat, menurutnya, negara-negara tersebut mengalami krisis ekonomi akibat utang luar negeri yang terlampau tinggi dan sulit membayarnya. Sehingga, jika menengok pada utang luar negeri Indonesia saat ini yang terus meningkat dari tahun ke tahunnya, atau meningkat 10,3 persen yoy, maka risiko fiskal karena beban utang yang semakin meningkat bisa terjadi.

"Indikasi yang terjadi di Yunani, Portugal, kok beberapa variabel dan indikator mirip dengan kita. Artinya, kita tidak ingin membuat ini menjadi kekhawatiran apalagi di tahun politik. Tetapi, kita harus aware persoalan utang luar negeri kita ini dinyatakan aman atau tidak aman, tidak hanya sekadar rasio utang terhadap GDP," ungkapnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya