Tiga Bulan, Utang Indonesia Tambah Rp148 Triliun

Ilustrasi utang.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Kementerian Keuangan mencatat dalam tiga bulan terakhir pada 2018, pemerintah telah menambah utang baru sebesar Rp148,22 triliun. Di mana utang ini bersumber dari Surat Berharga Negara (SBN) yang sebesar Rp143,82 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp4,41 triliun.

Utang Luar Negeri RI Februari 2024 Naik Jadi US$407,3 MIliar, Ini Penyebabnya

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, meski selama tiga bulan terakhir pemerintah kembali melakukan penambahan utang, namun jumlahnya terbilang kecil jika dibandingkan periode yang sama pada 2017.

Dia mengatakan, realisasi pembiayaan utang hingga 31 Maret 2018 terealisir sebesar Rp148,22 triliun dari Rp399,22 triliun dari yang ditargetkan dalam APBN 2018. Jumlah itu lebih rendah 21,13 persen jika dibandingkan pada 2017 yang mencapai Rp187,9 triliun.

Pemerintah Sudah Tarik Utang Rp 72 Triliun hingga 15 Maret 2024

"Jadi ini untuk bisa saya sampaikan dalam beberapa kali penjelasan di Facebook, Instagram, bicara kita menjaga utang kita secara sangat hati-hati, tidak ugal-ugalan, gitu ya," ujarnya di Gedung Kementerian Keuangan, 16 April 2018.

Dengan adanya penambahan utang tersebut, lanjut Sri, jumlah utang pemerintah pusat hingga 31 Maret 2018 mencapai Rp4.136 triliun, atau meningkat 13,14 persen jika dibandingkan 2017 yang hanya sebesar Rp3.655 triliun.

Utang Pemerintah Tembus Rp 8.253 Triliun, Naik Rp 108,4 Triliun di Januari 2024

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati

Sehingga, rasio utang pemerintah terhadap PDB per akhir Maret 2018 yang diasumsikan mencapai Rp13,891 triliun. Jumlah tersebut masih terjaga di level aman yaitu sebesar 29,78 persen.

"Peningkatan rasio utang terhadap PDB lebih disebabkan penerapan strategi front loading atas pembiayaan APBN guna mengantisipasi meningkatnya pendanaan di pasar keuangan ke depannya, sebagai dampak kenaikan FFR (Fed Fund Rate) serta ketidakpastian global secara keseluruhan, seperti terjadinya perang dagang, eskalasi konflik geopolitik dunia, dan lainnya," ujarnya menjelaskan.

Dari segi komposisi utang, Sri menjabarkan, pertumbuhan tahunan Pinjaman Luar Negeri dan Dalam Negeri hingga Maret 2018 mengalami pertumbuhan sebesar 5,81. Sementara untuk SBN tumbuh sebesar 15 persen.

"Rendahnya pertumbuhan pinjaman pemerintah salah satunya disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan pinjaman dari kreditur komersial luar negeri sebesar 1,35 persen," paparnya.

Dia menambahkan, pada akhir Maret 2017, outstanding utang pemerintah dari kreditur komersial luar negeri sebesar Rp44,26 triliun, sedangkan pada akhir Maret 2018, outstanding tersebut turun menjadi Rp43,66 triliun. Adapun untuk SBN Sri Mulyani mengatakan, kepemilikan SBN dalam mata uang rupiah yang dapat diperdagangkan oleh investor asing per akhir Maret 2018 mencapai 39,31 persen.

Di mana dari total tersebut, 72,59 persennya adalah dengan tenor menengah-panjang yang dipegang oleh investor jangka panjang seperti Bank Sentral dan Pemerintahan Negara Asing, Dana Pensiun, Asuransi, dan Reksa dana yang merupakan real money investor.

"Mereka benar-benar memanfaatkan dananya untuk investasi," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya