Dua Hal yang Swasta Khawatirkan dari Pelemahan Rupiah

Mata uang rupiah dan dolar AS.
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin

VIVA – Pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang terjadi sejak awal pekan ini ternyata membuat sejumlah dunia usaha waspada. Sebab, pelemahan tersebut dapat mengganggu kinerja utang swasta dan meningkatnya biaya produksi.

Rupiah Ambruk Pagi ini ke Rp 15.841 per Dolar AS

Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, pelemahan rupiah sampai sejauh ini tetap disikapi pelaku usaha dengan waspada. Terlebih tren global mencatat dolar sedang menguat.

Menurut dia, kondisi pelemahan tersebut masih bisa disikapi secara internal, yaitu dengan mendorong pemerintah menggenjot pertumbuhan industri dalam negeri.

Bank Indonesia Proyeksi Dolar AS Bakal Anjlok di Semester II-2024

"Kita akui ini memang karena faktor eksternal, tapi ini bisa dimitigasi dengan baik oleh faktor internal. Yaitu mendorong pertumbuhan industri khususnya manufaktur," ujar Shinta kepada VIVA, Kamis, 26 April 2018.

CEO Sintesa Group Shinta Widjaja Kamdani

Rupiah Menguat Pagi Ini, tapi Berpotensi Balik Melemah

Dia mengungkapkan, saat ini saja, kontribusi industri manufaktur terhadap PDB terus mengalami penurunan. Bahkan hampir mencapai 20 persen terhadap PDB, dengan pertumbuhannya yang hanya mencapai lima persen.

Sementara, banyak dari bahan baku industri Indonesia yang masih bergantung pada impor. Terlebih, lanjut dia, jika merujuk Purchasing Manager’s Index (PMI) Indonesia, trennya terus turun. Di mana pada Maret lalu hanya mencapai angka 50,7, sedangkan bulan sebelumnya mampu mencapai angka 51,4.

"Hal ini mengindikasikan bahwa produk kita kalah saing dengan negara lain sehingga mengakibatkan permintaan produksi turun," ujarnya.

Karena itu, menurutnya, sudah saatnya pemerintah menggenjot revitalisasi industri. Meski, dia juga mengapresiasi usaha pemerintah yang dianggap cepat tanggap dengan meluncurkan revolusi industri 4.0.

"Pemerintah harus mampu mendorong SDM yang berkualitas dan menghilangkan kesenjangan antara kebutuhan industri dan ketersediaan SDM. Selain itu, kami ingin agar pemerintah dapat lebih meningkatkan iklim investasi yang sudah mulai membaik ini melalui perbaikan regulasi dan negosiasi perdagangan," ungkapnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya