Bank Mandiri Proyeksi Bunga Acuan Naik 50 Bps Sepanjang 2018

Gedung Bank Mandiri
Sumber :
  • www.mandiri-capital.co.id

VIVA – Chief Economist PT Bank Mandiri Tbk, Anton Gunawan, memprediksi kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI-7 days reverse repo rate pada Mei 2018 sebesar 25 basis poin (bps). Sementara itu, sepanjang 2018, kenaikan diperkirakan hingga 50 basis poin.

Livin' by Mandiri Beri Bebas Biaya Transfer Antarbank, Begini Caranya

Anton mengatakan, peluang kenaikan suku bunga acuan tersebut dilakukan BI, bukan karena sudah besarnya faktor risiko pada ekonomi domestik. Melainkan karena keinginan BI untuk menunjukkan kepada pelaku pasar bahwa BI melakukan peredaman faktor risiko yang tidak perlu dari semakin melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

"Kami perkirakan kenaikan BI-7 days reverse repo rate hari ini 25 basis poin, yang memberi sinyal bahwa faktor risiko diperkecil. Bukan karena faktor risikonya sudah gede banget. Tapi buat menunjukkan enggak ada lah risiko-risiko yang enggak perlu. Tahun ini (naik) 50 basis poin cukuplah," ujar Anton di Gedung Plaza Mandiri, Jakarta, Kamis 17 Mei 2018.

Livin' by Mandiri Error Jadi Trending Topic Twitter

Selain itu, Anton mengatakan, setidaknya dengan kenaikan suku bunga acuan tersebut, dapat membantu rupiah untuk keluar dari pelemahannya. Apalagi, menurutnya, rupiah sudah undervalued, atau sudah keluar jauh dari fundamentalnya.

Logo Bank Indonesia

BI Pertahankan Lagi Suku Bunga Acuan di Level 3,5 Persen

Meski begitu, kata dia, hingga akhir tahun, nilai tukar rupiah bisa menguat hingga Rp13.800 per dolar AS. Hal itu didukung dari naiknya suku bunga acuan BI maupun kebijakan pemerintah yang mendorong ekspor untuk menghadapi pelebaran current account defisit, yang saat ini dianggapnya sudah agak melebar jauh di angka 2,2 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

"Tapi secara umum akhir tahun bisa menguat ke bawah Rp14.000, walaupun sekarang sangat krusial. Kami sih enggak memperkirakan Rp15.000 segala macam, kecuali ada kesalahan policy dan di luar kontrol, misal riot dan sebagainya itu, tapi kelihatannya enggak sih. Dan itu kami tidak anggap dalam forecast. Kami perkirakan Rp13.800 lah," paparnya.

Adapun terkait dengan inflasi dari dampak pelemahan nilai tukar rupiah, Anton mengatakan masih akan terkendali di kisaran yang telah dipatok BI, yakni 3,5 persen plus minus satu, akibat dari kebijakan pemerintah terkait administered price. Khususnya terhadap harga minyak di tengah melonjaknya harga minyak dunia yang saat ini sudah mencapai US$60 lebih per barel.

Namun, dia mengungkapkan, jika pemerintah terus-menerus melakukan tekanan terhadap administered price tanpa melakukan strategi lain seperti penggenjotan ekspor, maka akan berdampak negatif terhadap defisit transaksi berjalan. Di mana diperkirakan bisa melebar hingga 2,5 persen terhadap PDB.

"Itu bagus, tapi meningkatnya komoditas minyak dunia, kita mesti lebih waspada, dalam arti, beban akan meningkat. Kalau beban itu tidak muncul dalam bentuk subsidi di anggaran sehingga anggaran kelihatannya aman, tapi ada beban yang di shift ke BUMN," ucapnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya