Kejanggalan Holding Migas yang Lemahkan Pertamina

Gedung Pertamina Lapangan Banteng.
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA – Kementerian BUMN telah membentuk holding migas pada 11 April 2018. Tujuannya adalah mengembangkan bisnis gas nasional dan memberikan energi gas yang merata ke seluruh pelosok Indonesia.

Gara-gara HTI Pertamina Rugi Rp11 Triliun, Cek Faktanya

Langkah tersebut dilakukan dengan menggabungkan dua BUMN migas RI, yaitu PGN masuk menjadi bagian dari Pertamina. Upaya tersebut diharapkan dapat menjadi kerja sama terintegrasi dari dua badan usaha di bisnis migas RI.

Namun, dalam perjalanannya proses holding migas menjadi suatu kompetisi yang tidak sehat, di mana posisi tawar (bargaining position) salah satu pihak menjadi lebih lemah dibandingkan pihak lainnya.

Serikat Pekerja: Holding Pertamina Langgar UUD 1945

Ketua Serikat Pekerja Pertamina Gas (SPPG), Nugeraha Junaedy mengatakan, kompetisi tidak sehat tersebut terlihat dari Pertamina yang kehilangan posisi strategisnya dalam mengawal proses holding.

Bahkan, lanjut dia, sejak dimulainya proses holding beberapa aksi korporasi telah melumpuhkan kaki dan tangan Pertamina untuk tetap unggul dalam bisnis gas.  
 
Indikasinya dapat dilihat dari, pertama adalah dengan diterbitkannya SK No.39/MBU/02/2018 yang menghapuskan Direktorat Gas Pertamina, dan kedua adalah kekosongan komisaris utama PT Pertamina Gas.

Holding BUMN Migas Bikin Pertamina Setara Total dan ExxonMobil

“Direktorat yang seharusnya berperan sebagai subholding gas yang nantinya menjalankan fungsi strategis pengelolaan bisnis gas, justru dihapuskan. Ini menjadi awal keganjilan proses holding migas,” ungkap Nugeraha dikutip keterangan tertulisnya, Selasa 22 Mei 2018.

Ilustrasi-Aktivitas pekerja di Perusahaan Gas Negara (PGN).
 
Kemudian, indikasi ketiga, lanjut dia adalah pencopotan Direktur Utama Pertamina sejak 20 April 2018, disertai dengan keputusan untuk pengosongan jabatan tersebut, padahal Kementerian BUMN bisa menunjuk yang baru.
 
“Puncaknya adalah tindakan pencopotan Direktur Utama Pertagas per 16 Mei 2018. Serupa dengan nasib Direktur Utama Pertamina. Nampaknya, pucuk pimpinan Pertagas dipandang sebagai posisi yang akan menghambat proses holding migas, sehingga melalui RUPS Sirkuler posisi Direktur Utama Pertagas dikosongkan entah sampai kapan,” ungkap Nugeraha.
 
Dia menambahkan, aksi-aksi korporasi tersebut menjadi sinyal nyata bahwa ada langkah terencana yang bertujuan melemahkan posisi Pertamina dalam proses holding migas.

“Satu per satu pimpinan puncak Pertamina di bidang gas dihilangkan. Pada saat Pertamina membutuhkan pimpinan puncaknya untuk mengawal holding, Kementerian BUMN memandang bahwa tugas peran sebesar itu cukup diserahkan kepada pejabat sementara,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya