OJK Dinilai Punya Peran Penting Jaga Stabilitas Keuangan RI

Ilustrasi sektor keuangan RI.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

VIVA – Meski rupiah mengalami pelemahan saat ini, stabilitas sektor keuangan Indonesia dianggap masih kokoh ketimbang negara berkembang lainnya.

Kasih Penghargaan Lewat Metode E-Voting

President Director Center for Banking Crisis (CBC), Achmad Deni Daruri berpendapat, kondisi ini lebih disebabkan oleh kebijakan fiskal pemerintah yang akomodatif dan kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang menjalankan pengawasan secara kredibel.

Sementara itu, peran Bank Indonesia, sejauh ini dinilai relatif lamban dalam mengantisipasi pelemahan rupiah. Khususnya, lewat kebijakan suku bunga acuannya.

KSSK Uji Ketahanan Sistem Keuangan RI, Ini Hasilnya

Deni menjelaskan, pengawasan OJK saat ini selaras dengan kebijakan menekan pengeluaran (expenditure switching), yang tengah dijalankan oleh Pemerintah Indonesia untuk menghidupkan sektor riil.

"Dalam pemerintahan Jokowi, dengan dukungan jangkar sektor keuangan yang dilakukan OJK, maka pelemahan rupiah bukan saja terukur, tetapi juga berdampak positif bagi sektor keuangan nasional,” ungkap Deni dikutip dari keterangan resminya, Senin 25 Juni 2018. 

Transaksi Pinjol Diproyeksi Bakal Meroket pada Tahun Politik Pemilu 2024

Masih kuatnya sektor keuangan RI terlihat dari pelemahan rupiah melemah terhadap dolar AS, dibanding mata uang beberapa negara lain. Hingga 20 Juni, dibandingkan keadaan 12 bulan lalu, rupiah baru terkoreksi 4,8 persen. 

Sementara itu, lira melemah 33,5 persen pada periode yang sama, begitu pula peso yang melemah 72,67 persen. Demikian juga rupee, melemah 5,58 persen, yang artinya stabilitas sektor keuangan di Indonesia lebih kuat ketimbang stabilitas sektor keuangan di India.

Bagaimana dengan pasar modal? Deni menggambarkan dalam denominasi dolar AS, dibandingkan dengan harga saham gabungan akhir 2017, indeks harga saham gabungan (IHSG) Indonesia, India, Argentina, dan Turki masing-masing terkoreksi 9,8, 3,2, 34,2 dan 34,4 persen.

"Ini memperlihatkan bahwa kondisi pasar modal di Indonesia juga secara relatif tidak drop seperti yang terjadi di Turki dan Argentina," kata dia.

Terkoreksinya harga saham di negara berkembang, menurut dia, lebih disebabkan oleh lemahnya mata uang lokal dibandingkan terhadap dolar AS dan kinerja masing-masing perusahaan yang tercatat di pasar modal. Perusahaan yang tercatat bukan saja perusahaan di sektor keuangan, tetapi juga perusahaan yang bergerak pada sektor non keuangan seperti pertanian dan manufaktur.

Dengan begitu, ungkap Deni, pelemahan IHSG denominasi dalam dolar AS tidak dapat dikatakan bahwa stabilitas sektor keuangan melemah. Mengingat saham adalah barang normal, di mana permintaannya akan bertambah ketika pendapatan masyarakat bertambah, yang juga berarti bahwa barang tersebut memiliki elastisitas permintaan positif.

Dengan demikian, pernyataan yang mengatakan bahwa stabilitas sektor keuangan melemah, karena IHSG terkoreksi, menurut Deni, bukanlah pendapat yang tepat. 

Dengan terjaganya stabilitas keuangan di tengah depresiasi mata uang yang terkelola dengan baik, Deni menilai, secara langsung atau tidak langsung OJK terbukti telah melakukan peran penting dalam memperbaiki kinerja neraca berjalan di Indonesia.

"Pelemahan nilai tukar rupiah dan IHSG, belum nampak jelas dampak negatifnya terhadap sektor keuangan. Mudah-mudahan tak berdampak sama sekali," ungkapnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya