Tarif Pajak Diturunkan, Asosiasi Ungkap Alasan UMKM Tak Gembira

Ilustasi UMKM
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho

VIVA – Ketua Umum Asosiasi Usaha Mikro Kecil Menengah, M. Ikhsan Ingratubun menyambut baik keputusan pemerintah yang menurunkan pajak penghasilan atau PPh UMKM dari yang sebelumnya 1 persen menjadi 0,5 persen. Namun, kebijakan tersebut menurutnya belum memberikan kegembiraan bagi pelaku usaha.

Jokowi Ajak Masyarakat Lapor SPT Pajak Tahunan Lewat e-Filing

"Kalau saya menyambut baik, tapi gembira belum tentu," ucap Ikhsan saat ditemui di Hotel Ibis Harmoni, Jakarta, Rabu 27 Juni 2018.

Dia mengungkapkan, hal itu dikarenakan penurunan tersebut belum juga memberikan kemudahan bagi pelaku usaha mikro. Sebab, revisi tarif tersebut malah menyamaratakan pelaku usaha mikro dengan pelaku usaha UMKM yang lebih besar. Di mana, kata dia, dari sekitar 59 juta UMKM 55 jutanya adalah usaha mikro.

Jadi Tersangka, Dua Penyuap Angin Prayitno Aji Ditahan KPK

"Aturan terdahulu mengecualikan pedagang kaki lima, sekarang hantam semuanya, mau kaki lima tidak peduli. PP yang dulu ada keberpihakan, PP sekarang hilang keberpihakannya, 1 persen jadi 0,5 persen saja yang didengungkan, padahal enggak menguntungkan juga buat kami. Kalau mikro kecil itu sudah dikatakan, tumbuh dari dirinya sendiri," ujarnya.

Ikhsan berpendapat, seharusnya pemerintah mengecualikan pelaku usaha mikro tersebut, atau memberikan tarif yang lebih rendah dibandingkan kelas menengah atas. Selain itu, kata dia, penurunan tarif 0,5 persen tersebut juga disertakan kewajiban pelaku usaha mikro untuk melakukan pembukuan yang memerlukan biaya tambahan lagi.

Kasus Pencucian Uang, KPK Sita Aset Puluhan Miliar Eks Pejabat Pajak

"Nah semua diharuskan untuk membuat pembukuan oleh dirjen pajak. Ya boro-boro kami usaha mikro kecil pembukuan, pencatatan saja masuk kantong keluar kantong, kan gitu. Pembukuan perlu lagi konsultan pajak, bisa Rp5 juta. Saya khawatir jangan-jangan (PP itu) berusaha menghidupkan konsultan pajak," ungkapnya.

Karena itu, Ikhsan menyarankan, agar pemerintah tidak menyamaratakan tarif PPh tersebut. Pemerintah pun bisa mencontoh China yang menerapkan tarif nol persen bagi pelaku usaha mikro yang memiliki omzet Rp60 juta sampai Rp720 juta per bulan.

Selain itu, kata dia, untuk pembukuan, ada baiknya disediakan pemerintah melalui aplikasi yang sederhana dan berstandar Ditjen Pajak. Agar tidak tidak lagi perlu menyewa konsultan pajak atau pemeriksa pembukuan agar dapat menekan biaya pengeluaran lagi.

"Kalau ada aplikasi yang murah dilaporkan sendiri. Jadi tidak perlu lagi konsultan pajak. Jadi kalau ada aplikasi yang mudah dari standar Ditjen Pajak kami bisa masukkan sendiri, kan gitu. Digiring agar menjadi pintar dalam meningkatkan SDM untuk membayar pajak secara formal," ucap Ikhsan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya