Relaksasi Aturan DP KPR Dinilai Tak Cepat Dongkrak Ekonomi

Pameran perumahan.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/R. Rekotomo

VIVA – Ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual menilai, pengaruh relaksasi kebijakan loan to value (LTV) terhadap kredit pemilikan rumah (KPR), tidak berdampak cepat mendongkrak perekonomian.

Utang Luar Negeri Indonesia Turun Jadi US$413,6 Miliar

Menurut dia, aturan yang berlaku pada Agustus 2018 itu, baru bisa dirasakan efeknya pada akhir tahun. Karena proses kredit dari perbankan juga membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

David juga meyakini, relaksasi tersebut juga belum memberikan kontribusi yang besar terhadap produk domestik bruto (PDB). Menurutnya, hanya sebesar 0,02 persen atau lebih kecil di bawah angka yang diproyeksikan oleh BI sebesar 0,04 persen.

BI Fast Payment, Jawaban untuk Kebutuhan Transaksi Murah

"(Pengaruhnya terhadap PDB) kecil sekali ya perkiraan saya," ujar David saat dihubungi VIVA, Rabu, 4 Juli 2018.

David mengatakan, pengaruh yang tidak cepat dan cenderung kecil itu disebabkan tidak semua segmen lapisan masyarakat yang menikmati pelonggaran LTV tersebut. Sebab, hanya segmen menengah ke bawah yang cenderung permintaannya masih kuat terhadap KPR saat ini.

Cadangan Devisa RI Februari 2022 Naik Tipis, Ini Pendorongnya

"Faktornya bukan semata-mata uang muka ya. Jadi kan misalnya faktor lain, prospek usaha, kemudian prospek ekonomi secara keseluruhan, peningkatan daya beli dan pendapatan misalnya. Dari segi bank, daya cicilnya, karena kan selain uang muka yang diperhatikan oleh konsumen, juga daya cicil," paparnya.

Dengan begitu David mengungkapkan, agar kebijakan ini mampu menyasar semua segmen, dan memengaruhi pertumbuhan ekonomi lebih besar, maka untuk memicu segmen menengah ke atas diperlukan sinergi dengan kebijakan-kebijakan pemerintah.

"Yang jadi perhatian konsumen kan soal pajak misalnya, dan memang dari kondisi pasokan maupun permintaan di tiap segmen itu gimana. Karena ada beberapa segmen yang mungkin over supply ya, misalnya di segmen perkantoran atau ruko," ucapnya.

Selain itu, David menambahkan, bila memang yang dituju adalah segmen menengah ke bawah, BI perlu bersinergi dengan pemerintah maupun pengembang terkait ketersediaan supply dari perumahan. Sebab saat ini, masih terdapat kekurangan rumah atau backlog sebanyak 11 juta.

"Mungkin (dari 11 juta itu) hampir 80 sampai 90 persen dari segmen menengah ke bawah ini. Sedangkan potensinya masih tinggi. Harga rumah juga digarap developer untuk menengah ke bawah di kisaran Rp700 juta. Jadi ini perlu menjadi perhatian," tutur dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya