Takut Ada Perang Dagang, ADB Turunkan Proyeksi Ekonomi Asia

Pertumbuhan ekonomi global
Sumber :

VIVA – Bank Pembangunan Asia atau ADB memproyeksikan perkembangan perekonomian Asia masih tetap pada jalurnya untuk terus tumbuh sesuai dengan target pertumbuhan hingga 2019 yang diperkirakan mencapai 5,9 persen.

Kemenkeu: Pertumbuhan Ekonomi 2021 yang Dirilis BPS Sesuai Prediksi

Meski begitu, ADB mewanti-wanti bahwa meningkatnya langkah-langkah proteksionis perdagangan AS dan respons dari China maupun negara-negara lainnya menunjukan besarnya risiko penurunan pertumbuhan.

Di lansir dari Reuters, Kamis 19 Juli 2018, ADB Outlook mempertahankan estimasi pertumbuhan ekonomi Asia di 2018 dan 2019, masing-masing sebesar 6,0 persen dan 5,9 persen.

BPS: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di 2021 Capai 3,69 Persen

Sedangkan, terdapat perubahan proyeksi terhadap pertunbuhan ekonomi Indonesia yang sebelumnya diperkirakan mampu tumbuh hingga 5,3 persen menjadi 5,2 persen pada tahun ini.

Sementara itu, untuk negara lain seperti Thailand akan mengalami peningkatan pertumbuhan dari yang diperkirakan 4 persen menjadi 4,2 persen di tahun ini.

BI Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI 2022 Maksimal 5,5 Persen

Dikatakannya, pengenaan tarif yang terjadi dalam perang perdagangan antara dua negara adidaya pada 2018 menjadi pemicu utama terhadap proyeksi tersebut. Di mana, hal itu menjadikan penurunan keyakinan pelaku bisnis dan konsumen terhadap pertumbuhan ekonomi di Asia.

"Risiko peningkatan lebih lanjut dari tindakan proteksionis dapat merusak kepercayaan konsumen dan bisnis, dengan demikian juga memengaruhi prospek pertumbuhan Asia," tulis laporan tersebut.

Sebelumnya, ADB menilai, pertumbuhan ekonomi negara-negara akan ditopang oleh baiknya kebijakan pemerintah dalam merespons kondisi global, kuatnya ekspor, serta tingginya konsumsi domestik. Selain itu, juga didukung oleh membaiknya harga komoditas, seperti batu bara serta minyak kelapa sawit, dan meningkatnya perdagangan dunia.

Khusus Indonesia, Kepala Perwakilan ADB untuk Indonesia, Winfried Wicklein, mengatakan, manajemen makroekonomi Indonesia yang kuat dan reformasi struktural telah mendorong momentum investasi.

“Dengan berlanjutnya upaya reformasi, Indonesia dapat mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi dan lebih inklusif," kata dia beberapa waktu lalu.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya