Murahnya Harga Rokok Picu Perokok Pemula Terus Meningkat

Ilustrasi merokok.
Sumber :
  • www.autoguide.com

VIVA – Ketua Tobacco Control Support Center, Santi Martini menegaskan, harga rokok di Indonesia saat ini terlalu murah, sehingga menyebabkan jumlah perokok pemula meningkat. Karena itu, dia menegaskan harga rokok harus naik atau mahal.

Bea Cukai Ajak Masyarakat Berantas Rokok Ilegal di Jember dan Banyuwangi

Santi mengatakan, berdasarkan survei indikator nasional atau sirkesnas, jumlah perokok pemula meningkat dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 8,8 persen pada 2016.

Padahal sebelumnya, dikatakannya, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menargetkan penurunan prevalensi perokok anak usia di bawah 18 tahun sebesar satu persen setiap tahunnya.

Pasal Tembakau di RPP Kesehatan Dinilai Ancam Pelaku Usaha dan Budaya Indonesia

"Ini menunjukkan, rokok murah juga mendorong anak-anak yang mampu membeli rokok dan dapat teradiksi, sehingga menjadi perokok yang sulit berhenti seterusnya," ujar Santi dalam keterangan resminya, Senin, 23 Juli 2018.

Dia melanjutkan, berdasarkan riset Atlas Tobbaco, Indonesia menduduki ranking tiga negara dengan jumlah perokok tertinggi di dunia. Jumlah perokok di Indonesia pada 2016 mencapai 90 juta jiwa.

Jalin Sinergi, Bea Cukai Madura dan Satpol PP Bangkalan Gelar Sosialisasi Gempur Rokok Ilegal

"Indonesia menempati urutan tertinggi prevalensi merokok bagi laki-laki di ASEAN, yakni sebesar 67,4 persen. Kenyataan ini diperparah bahwa perokok di Indonesia usianya semakin muda," ungkapnya.

Data Komisi Nasional atau Komnas Perlindungan Anak, menunjukkan jumlah perokok anak di bawah umur 10 tahun di Indonesia mencapai 239 ribu orang. Sebanyak 19,8 persen pertama kali mencoba rokok sebelum usia 10 tahun, dan hampir 88,6 persen pertama kali mencobanya di bawah usia 13 tahun.

Santi mengungkapkan, sebanyak 84,8 juta jiwa perokok di Indonesia berpenghasilan kurang dari Rp20 ribu per hari, dengan perokok di Indonesia 70 persen di antaranya berasal dari keluarga miskin.

Hal itu ditunjukkan dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang merilis bahwa pada September 2016, rokok adalah komoditas yang menyumbang kemiskinan sebesar 10,70 persen di perkotaan dan perdesaan.

“Kalau harga rokok tidak segera dinaikkan, maka Indonesia segera menghadapi gangguan ekonomi yang disebabkan menurunnya produktivitas dan membengkaknya anggaran jaminan kesehatan nasional,” ungkap Santi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya