Indonesia Terancam Jadi Importir Kopi

Menyeduh kopi
Sumber :
  • Dok. VIVA/ Rintan

VIVA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan dalam dua hingga tiga tahun mendatang Indonesia bisa jadi importir kopi. 

11 Rekomendasi Coffee Shop untuk Kerja di Jakarta Selatan

Padahal, kata dia, saat ini Indonesia merupakan salah satu negara produsen utama kopi dunia dengan keragaman jenis kopi yang juga terbanyak di dunia.

"Ada kopi Gayo, Mandailing, Kerinci, ada Kintamani, Flores Bajawa, Toraja, Kalosi, dan ada Lembah Baliem di Wamen yang memiliki cita rasa dan nama tersendiri," ujar Darmin di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu 8 Agustus 2018.

Mejeng di Pameran Kopi Terbesar di Amerika, Produk Lampung dan Bajawa Bidik Pasar Gobal

Dia menjelaskan, potensi itu disebabkan karena pertumbuhan konsumsi kopi domestik terus mengalami peningkatan yang pesat jika dibandingkan lahan dan produksi kopi Indonesia. Di mana konsumsi kopi domestik meningkat 8,8 persen per tahunnya.

"Di samping itu, konsumsi kopi nasional itu pertumbuhannya pesat sekali. Kita mencatat lima tahun terakhir rata-rat 8,8 persen per tahun, itu berarti dua kali lipat dari peningkatan pendapatan per kapita. Jadi kalau pendapatan per kapita naik satu persen dia konsumsi kopi naik dua persen, atau dua kalinya," tuturnya.

Kopi Unggulan Indonesia Juara Dunia di  Specialty Coffee Expo 2024 Amerika Serikat

Adapun untuk produksi kopi domestik dikatakannya cenderung stagnan, bahkan cenderung negatif meskipun Indonesia mampu untuk terus melakukan ekspor. Hal ini disebabkan karena luas areal tanah perkebunan kopi yang dimiliki petani cenderung terus menyempit.

"Sementara itu, pertumbuhan kopi justru stagnan, bahkan sedikit negatif, kira-kira 0,3 persen pertahun dalam periode yang sama," kata dia.

Dia menyebutkan, untuk produktivitas petani kopi robusta hanya mencapai 0,53 ton per hektare dari potensinya yang bisa mencapai 2 ton. Sementara itu, untuk kopi Arabika 0,55 ton dibanding potensinya yang sebesar 1,5 ton.

"Luas kebun kopi yang dikelola keluarga per petani hanya 0,7 hektare rata-rata. Itu selalu fenomena yang berlaku. Jangankan kopi, 0,7 hektare per keluarga Robusta dan 0,6 untuk Arabika. Itu perlu kira-kira idealnya 2,7 hektare per keluarga," ungkapnya.

Di sisi lain, kata dia, aspek utama yang menyebabkan Indonesia berpotensi menjadi importir kopi adalah kondisi dunia yang mengalami defisit kopi. Hal ini menyebabkan Indonesia tidak bisa memenuhi kebutuhan konsumsi kopi domestik meskipun bisa tetap melakukan ekspor.

"Berdasarkan data coffee market report Juni 2018, kopi dunia defisit 3,3 juta karung, 1 karung itu 60 kilogram. Ini tidak tertutup kemungkinan dua tiga tahun mendatang kita jadi importir kopi, walaupun beberapa specialty di ekspor, tapi untuk konsumsi untuk orang banyak kita impor," tuturnya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya