DPR Minta Lifting Migas Digenjot, Pemerintah Mempersoalkan Regulasi

Pekerja blok migas.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

VIVA – Ketua Komisi VII DPR RI, Gus Irawan Pasaribu, meminta kepada Dirjen Migas Kementerian ESDM dan SKK Migas untuk mencari inovasi dan terobosan baru guna meningkatkan produksi minyak dan gas bumi. Hal itu didorong mengingat lifting migas pada tahun ini kemungkinan tidak tercapai

Dukung Peningkatan Kapasitas Nasional Lewat Industri Hulu Migas, IDSurvey Siap Beri Dampak Positif

Irawan berharap, tujuh proyek migas yang akan beroperasi pada Desember 2018 nanti bisa meningkatkan lifting migas di tahun 2019 mendatang, dengan cakupan regulasi yang efektif untuk menaunginya.

"Karena salah satu masalah terbesar yang dihadapi dalam meningkatkan produksi migas adalah persoalan regulasi,” ujarnya di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin 27 Agustus 2018.

Sri Mulyani Targetkan Investasi Hulu Migas Rp 223,3 Triliun

Sebab, masalah regulasi itulah yang menurutnya membuat para investor lama menahan diri untuk menambah investasinya. Hal itu juga membuat para investor baru menjadi tidak tertarik akibat kondisi semacam itu.

“Hal ini tentu tidak sehat bagi ketahanan energi nasional. Padahal Indonesia masih memiliki potensi meningkatkan produksi dari ladang migas dalam negeri," ujarnya menambahkan.

Reaktivasi Pabrik PIM-1 Bakal Tingkatkan Produksi Pupuk Indonesia

Kendala Pemerintah

Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Djoko Siswanto mengakui, realisasi lifting migas hingga akhir tahun ini diprediksi hanya sebesar 1,897 juta BOEPD, atau sekitar 95 persen. Padahal, target lifting minyak dan gas bumi tahun 2018 ini adalah sebesar 2 juta BOEPD.

Djoko menjelaskan, sejak tahun 2010, rata-rata produksi minyak dan gas bumi dari lapangan-lapangan migas yang ada di Indonesia, memang kerap mengalami penurunan.

Bahkan, dibandingkan produksi migas pada tahun 2010, produksi minyak 2017 sudah mengalami penurunan sebesar 15,2 persen. Sementara produksi gas bumi juga mengalami penurunan mencapai 14 persen.

Dia pun mengakui permasalahan regulasi masih menjadi momok penghambat pencapaian produksi migas di Indonesia. "Khususnya terkait dengan masalah pemanfaatan lahan. Karena untuk urusan pemanfaatan lahan itu kita memang harus berkoordinasi dengan Kementerian LHK,” kata Djoko di tempat yang sama. 

Djoko menjelaskan, pihaknya menyadari bahwa dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional dan pengelolaan sumber daya minyak dan gas bumi yang sebesar-besar untuk kesejahteraan rakyat. Optimalisasi tata kelola migas tentunya menjadi suatu kebutuhan yang mendesak.

Selain itu, sejumlah tantangan yang perlu disikapi dengan hati-hati oleh pemerintah, di antaranya adalah banyaknya lapangan-lapangan minyak yang sudah cukup tua dengan umur produksi yang sudah mencapai puluhan tahun. Sehingga mengalami penurunan dalam hal produksinya.

"Selain itu, dinamika global juga memiliki pengaruh yang besar terhadap harga minyak dunia dan kecenderungan investasi migas. Dalam hal ini, pemerintah menanggapi serius dan hati-hati penataan tata kelola migas itu sendiri.” (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya