Ini Risiko Perbankan di Era Suku Bunga Tinggi

Diskusi daya tahan perbankan di era suku bunga tinggi
Sumber :
  • M Yudha Prasstya.

VIVA – Daya tahan industri perbankan dinilai kembali diuji tahun ini. Khususnya oleh rencana kenaikan suku bunga The Fed yang telah diantisipasi BI dengan menaikkan BI 7-day (Reverse) Repo Rate sebesar 125 bps sepanjang Mei-Agustus ke level 5,50 persen.

Gara-gara Hal Ini, Nasabah Loyal BTN Meningkat 222 Persen

Biro Riset Infobank (birI) mencatat, dari sisi Dana Pihak Ketiga (DPK), pertumbuhannya baru mencapai 6,99 persen hingga Juni 2018. Kinerja perkreditan pun masih baik dengan pertumbuhan 11,10 persen dengan tingkat NPL 2,67 persen. Dan di sisi permodalan, industri perbankan masih sangat kuat dengan rasio kecukupan modal (CAR) di level 21,97 persen. 

Meski demikian, perbankan dinilai akan menaikkan suku bunga sebagai antisipasi untuk menyesuaikan suku bunga acuan BI dan mempertahankan NIM (Net Interest Margin). Tapi, kebijakan itu tentu akan menaikkan risiko kredit bermasalah. 

Laba Bersih BTN 2021 Naik 48,3 Persen, NPL Turun

"Saya yakin credit at risk bank akan naik. Risiko terbesar ada di nasabah karena nilai tukar dan pukulan suku bunga tinggi," ujar Direktur Biro Riset Infobank, Eko B Supriyanto dalam diskusi bertajuk 'Daya Tahan Perbankan Makin Rentan di Era Suku Bunga Tinggi', di Jakarta, Selasa 28 Agustus 2018.  

Menurutnya, salah satu cara termudah adalah meningkatkan dana murah dan meningkatkan efisiensi operasional. Sehingga kinerja yang ditargetkan tetap bisa tercapai di tengah sejumlah risiko yang mengancam. 

Kinerja BTN Lampaui Industri Perbankan Kala Pandemi karena Ini

Senada dengan Eko, Direktur BTN, R. Mahelan Prabantarikso memandang, industri perbankan saat ini memang harus mencari cara dan menyiapkan strategi dalam menjalankan bisnisnya. Efisiensi bisa dilakukan namun tidak boleh mengesampingkan tata kelola perusahaan yang baik. 

“Era suku bunga tinggi mendorong bank untuk meningkatkan efisiensi sekaligus governance agar tetap dapat mencetak keuntungan,” ujarnya menambahkan.

Sementara itu, Executive Director & CEO IPMI International Business School Jimmy Gani menilai, tingginya suku bunga kredit perbankan yang mencapai dua digit bisa mendongkrak biaya produksi perusahaan. Hal tersebut akan menurunkan daya saing produk lokal di perdagangan internasional. 

"Tingginya suku bunga kredit membuat biaya pendanaan usaha juga meningkat. Sementara, suku bunga kredit yang ada saat ini sudah relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara lainnya," ujar Jimmy. 

Hal ini menurutnya juga harus diperhatikan perbankan dalam menyesuaikan suku bunga yang akan dipatok kepada nasabah. 


 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya