Kemenkeu Siap Suntik Dana Bantuan, BPJS Pasrah Besaran Nominalnya
- ANTARA FOTO/Rahmad
VIVA – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan menegaskan, pihaknya tidak akan menentukan besaran dana bantuan yang diharapkan dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN pemerintah.
Direktur Keuangan dan Investasi BPJS Kesehatan, Kemal Imam Santoso menjelaskan, dana bantuan tersebut sepenuhnya diserahkan kepada kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, setelah meninjau hasil audit neraca keuangan BPJS Kesehatan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"BPKP telah menyerahkan atas prognosa proyeksi keuangan BPJS Kesehatan 2018. Sudah menyerahkan ke Kementerian Keuangan. Selanjutnya, Kementerian Keuangan memproses dan akan menentukan jumlahnya berapa yang akan dibantu atau diinjeksikan kepada BPJS Kesehatan," ungkap dia saat ditemui di JS Luwansa, Jakarta, Jumat 31 Agustus 2018.
Kemal pun mengungkapkan, demi menyelamatkan neraca keuangan BPJS Kesehatan yang terus mengalami defisit, tidak ada cara lain selain melalui dana bantuan pemerintah. Selain itu, dikatakannya juga APBN memang memiliki dana cadangan yang dapat digunakan untuk dana bantuan.
"Iya itu saja. APBN memiliki cadangan untuk membantu keberlangsungan suistainabilitas dari program JKN-KIS (Jaminan Kesehatan Nasional - Kartu Indonesia Sehat), sudah itu saja," ungkapnya.
Sebelumnya, hasil audit keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan telah usai dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku telah memegang hasil audit tersebut.
Meski begitu, Sri belum mau membeberkan hasil auditmya. Sebab, kata dia, pihaknya masih harus meneliti lebih lanjut mengenai audit tersebut, baik mulai dari total tagihan dan pembayaran yang dilakukan BPJS Kesehatan pada periode Januari-Juli 2018 dan potensi arus tagihan pada Agustus-Desember 2018.
Audit keuangan tersebut merupakan cara pemerintah untuk menyelamatkan BPJS dari persoalan defisit keuangan atau tidak sesuainya antara pembayaran iuran yang diterima dengan pembayaran klaim yang terus semakin parah hingga mencapai defisit Rp9,75 triliun.
Defisit terus mengalami peningkatan dari yang tercatat di 2015 sebesar Rp5,85 triliun dan 2016 yang sebesar Rp7 triliun.